MUKHTASHAR:
FENOMENA MURJI’AH DALAM PEMIKIRAN ISLAM
{DOKTOR SAFAR AL-HAWALY}
Oleh: Ahmad Jibril Nainawa
[Abu Zahroo Sahara Nainawa Titi Samawat]
Diringkas Dalam Rangka Menyelesaikan Tugas Dirosah Maktabiyah Di Universitas
An-nuur Sukoharjo Jawa Tengah
Website/http:www.an-nuur.org/Email:flobamoracommunity@yahoo.com
Judul Asli:
ظاهرة الارجاء في الفكر الاسلامي
Penulis:
Al-imam Fadilatuh Syekh Al-alamah Doctor Safar Bin Abdurrahman Al-hawaly
Penerbit:
Darul-Kalimah Linasryi Wa Taujiih
P.o Box :415-5240 AK
Rosmalen-Holland
Cet. Ke-1 1420 H/1999 M
...............................................................
Edisisi Ringkasan Indonesia:
Fenomena Murji’ah Dalam Pemikiran Islam
Peringkas:
Abu Zahroo Sahara Nainawa{Jibril Nainawa}
Jabatan:Mahasiswa
Jurusan: Aqidah
Website/Http :www.an-nuur.org
Email : flobamoracommunity@yahoo.com
Selayang Pandang
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan segala taufik dan hidayahnya kepada saya, sehingga dengan ijin-Nyalah risalah yang merupakakn ringkasan dari kitab “Fenomena Murji’ah Dalam Pemikiran Islam” ini dapat terselesaikan. Walaupun banyak aral dan rintangan serta ujian yang harus dihadapi ketika proses penyusunan risalah ringkasan ini berlangsung. Seperti sulitnya mentransformasihkan pesan-pesan norma dan pesan-pesan sejarah yang terkandung dalam kitab aslinya. Terkadang ada pesan-pesan moral yang tidak bisa diterjemahkan kedalam bahasa indoneisa. Hal ini disebabkan karena kemampuan kami yang belum mencapai titik klimaks.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjugan kita Nabi besar Muhammad SAW. Dan juga kepada para Sahabat, Tabi’in dan Tabiu-tabi’en serta orang-orang yang istiqomah diatas jalan Beliau hingga datangnya hari kiamat.
Buku asli dari ringkasan ini merupakan disertasi yang diajukan oleh penulis {Fadilatuh Syekh Doctor Safar Al-hawaly} dalam rangka menyelesaikan tugas untuk mendapatkan gelar Doctor di Al-jami’ah Umul Quro Kuliyatul As-sar’iyah jurusan Aqidah dengan nilai mumtaz{comlaude}. Kemudian buku ini dicetak dan diedarkan keberbagai penjuru dunia yang kemudian diterjemahkan kedalam beberapa versi.
Kemudian saya dipercaya oleh dosen saya, untuk meringkas kitab ini dan mengeksploirasi mutiara-mutiara penting yang terkandung didalamnya. Adapun sistematik ringkasan yang saya tempuh dalam meringkas buku ini adalah dengan cara mengambil substansi penting dari setip pembahasan dengan menukil hujjah pokok dari Al-quran dan As-sunnah dan juga perkataan para Ulama, baik Salaf maupun Kholaf. Saya menyadari bahwa ringkasan ini tidak sepenuhnya mewakili semua yang dipaparkan oleh penulis dalam buku aslinya. Sebuah istilah mengatakan bahwa “Terjemahan Itu Bukan Asli” itulah satu istilah yang cocok untuk ringkasan ini. Dan ringkasan ini bukan merupakan satu kesatuan yang mewakili semua isu penting yang ada dalam kitab aslinya.Hal ini bisa disebabkan oleh kemampuan peringkas yang belum begitu mapan atau juga disebabkan oleh faktor bahasa.
Oleh karena itu, saya meminta maaf jika ada beberapa ringkasan dan terjemahan yang saya tuangkan dalam risalah ini yang keliru, yang tidak sesuai dengan teks aslinya. Semoga Allah merahmatiku dan juga kaum muslimin seluruhnya. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.
Solo, 14 April 2011
By Abu Zahroo Sahara Nainaw
BAB 1
HAKIKAT IMAN DAN KAITANNYA DENGAN AMAL
Muqodimmah
Allah menciptakan manusia dalam rangka untuk beribadah kepadanya saja. Hal ini sudah diabadikan oleh Allah dalam Al-qur’an.
“Tidaklah Aku mencipatakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepadaku {Az-zariyat 56}
“Sungguh kami telah mengutus disetiap umat seorang rosul untuk menyerukan beribadalah kepada Allah saja dan jauhila Taghut {An-nahl 31}
Ayat-ayat yang mulia ini mengandung tujuan dan hakikat yang penting, yang mencakupi beberapa hal diantaranya adalah sbb:
Hakikat dan tujuan diciptakannya Jin dan Manusia.
Tujuan diutusnya para Rosul dan hakikat dakwah mereka.
Hakikat sunnatullah yang menggambarkan bahwa kekuatan selalu menyertai kebenaran agar tercapainya tujuan tersebut.
Sesungguhnya Allah menciptakan Bani Adam dan keturunanya berada dalam keadaan fitrah {Islam}. Semua generasi pertama Bani Adam berada diatas jalan ini kemudian sunnah kauniyyah menimpa mereka. Mereka berpecah belah kecuali orang yang dirahmati oleh Robbnya.
Kesyirikan telah menimpah Bani Adam bersarang pada dua rukun pokok:
1: Taqarub, menghadap{ pengagungan} dan perkara ibadah.
2: Ketaatan, perundang-undangan dan mengikuti {tauladan}
DAKWAH NABI { Kaitanan Antara Amal Dengan Hakikat Dien Dan Dakwah}
Pada awalnya manusia berada dalam kesesatan dan penyimpangan yang jauh dari jalan kebenaran. Mereka menganut agama yang sesat. Dimana pada saat itu alam ini dipenuhi oleh kegelapan agama-agama yang batil. Penyelewengan dan peribadatan yang batil. Mereka berhukum pada undang-undang taghut. Bumi pada saat ini dibagi menjadi dua bagian:
1: القسم البدائ {penduduk asli}
القسم المتحضر{ pendatang}
Pada point nomer satu diatas mencakupi beberapa negeri-negeri yang biadab/bejat yang menghuni wilayah Eropah Barat dan Asia Tengah dan Asia Timur dan sebagian besar wilayah Afrikah.
Adapun yang kedua mencakupi dua kerajaan besar dibumi pada saat itu {Persia dan Romawi} keduanya tunduk atau menganut undang-undang taghut serta menganut agama yang batil lagi menyimpang. Orang Persia menganut agama Majusy sedang orang-orang Romawi menganut agama perbintangan yang lebih dikenal dengan agama Masehi.
Adapun keadaan bangsa arab sama dengan kelompok pertama diatas tadi. Sungguh bumi pada saat itu sangat membutuhkan rahmat dari Allah sehingga cahaya itu datang melalui nabi Muhammad dengan membawa risalah dari Allah. Hal ini sebagaimana yang Allah sebutkan dalam firma-Nya:”Dan tidaklah kami mengutusmu melainkan sebagai rahmatan il alamin.1
Pada qurun sebelumnya Nabi Nuh telah diutus oleh Allah kepada kamunya untuk menyampaikan risalah dari Allah. Beliau berdakwah kepada kaumnya selama Sembilan ratus lima puluh tahun, tidak ada yang beriman kepadanya kecuali beberapa orang saja. Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa pengikut nabi nuh tidak lebih dari dua belas orang, ada juga yang mengatakan delapan puluh orang. Dan kebanyakan para nabi setelahnya bahkan tidak memiliki pengikut sama sekali kecuali satu atau dua orang saja.
1: Muhammad dilantik sebagai nabi setelah turunnya wahyu pertama di Gua Hira sebagaimana yang tertera dalam hadist Aisyah yang sangat panjang yang tidak mungkin dipaparkan disini. Ini adalah awal ujian panjang dan awal beliau mengemban dakwah.
2: Tatkala wahyu mengalami masa fatroh, nabi mengalami kesedihan sehingga Allah mengutus malaikat Jibril untuk kedua kalinya dalam rangka melanjutkan tugasnya menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad. Hal ini sebagaimana yang diceritakn sendiri oleh Rosul dalam sabdanya :”Tatkala aku berjalan tiba-tiba aku mendengar suara dari langit maka aku mengangkat mataku, aku melihat malaikaat Jibril yang pernah datang kepadaku ketika di Gua Hira duduk diatas kursi antara langit dan bumi. Akupun berpaling dan pulang kerumah. Tatkalah aku tiba dirumah aku menyuruh Khadija untuk menyelimutiku maka turunlah firman Allah surat Al-mudatsier ayat pertama dan seterusnya.”
3: Peristiwa penting terus berlanjut hingga Allah memerintahkan beliau untuk melaksanakan beberapa siar Islam sebagaimana yang Allah firmankan dalam surat Al-muzamil.
4: Kemudian nabi mencerai-beraikan orang-orang kafir Quraisy melalui dakwahnya. Beliau menghinakan orang kafir dan membongkar aib orang-orang musryik yang beribadah kepada berhala.
5: Pada fase selanjutnya beliau mendapatkan tekanan dari orang kafir agar meningglkan dakwah itu dan tidak mencelah agama nenek moyang mereka. Sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Jahal ketika beliau shalat di sekitar Ka’bah. Akan tetapi pada saat itu Allah memerintahkan untuk bersabar dan terus mengajak mereka untuk tunduk kepada Islam..
6: Beliau berdakwah ke Tai’f, namun ia diperlakukan dengan tidak beradab, beliau dilempari kotoran oleh penduduk negri tersebut hingga malaikat Jibril datang meminta legalisasi dari beliau kalau-kalau malaikat jibril diperbolehkan untuk menimpakan gunung kepada penduduk Tai’ef, namun beliau tidak mengiyakannya, bahkan beliau barkata, aku berharap mudah-mudahan dari cucu mereka kelak ada orang-orang yang iklas yang hanya beribdah kepada Allah.
7: Sahabat Bilal dan Yasir dan juga sahabat yang lainnya mendapatkan siksaan yang keras dari orang-orang Qurays.
8: Perlakuan keras dari orang kafir Qurays mencapai puncaknya sehingga orang-orang beriman tidak tenteram untuk terus tinggal di kota mekah. Kemudian Allah menyuruh mereka untuk hijrah dari mekah ke Habasya.
HAKIKAT JIWA MANUSIA
Orang yang melihat dengan mata yang jujur niscaya ia akan mendapatkan bahwa dalam ciptaan Allah tidak ada perbedaan dan tidak juga didapatkan dalam wahyu Allah perselisihan {maha sempurnah}. Jika seandainya Al-qur’an itu bukan dari sisi Allah niscaya mereka akan mendapatkan perselisihan didalamnya.
Kepada jiwa manusialah khitab wahyu Allah disampaikan. Al-qur’an dan As-sunnah tidak diturunkan kecuali untuk manusia.Agama itu adalah agama Allah dan jiwa itu adalah ciptaan Allah. Allah adalah sebaik-baik hakim. Allah maha kaya dan kepadanyala segala puji dipanjatkan.
Pada dasarnya Allah menciptakan Bani Adam dalam keadaan fitrah{Islam}. Hal ini sebagaimana yang Allah kabarkan dalam surat Ar-ruum ayat 30, kemudian Nabi menafsirkan firman Allah ini dalam hadistnya :”setiap bayi yang lahir berada dalam fitrah [islam]namun kedua orang tuanyalah yang menjadika ia yahudi, nasrani atau majusi.2
Jika kita melihat hakikat jiwa dan tabiat manusia sebagaimana yang digambarkan dalam Al-quran dan As-sunnah dan juga dalam perkataan para ulama yang berpegang teguh dengan keduanya maka akan kita dapatkan ketetapan-ketetapan yang ada pada manusia itu sendiri. Diantaranya adalah sbb:
1a: sesungguhnya setiap pribadi manusia itu beramal. Allah berfirman :”wahai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja keras menuju Tuhanmu, maka kamu akan menemuinya [Al-insyiqoq ayat 6}. Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa pada hakikatnya manusia sedang berada dalam proses perjalanan menuju Tuhannya. Dan pasti dia akan menemui Tuhannya untuk menerima balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan ketika didunia, baik berupa amalan soleh maupun amalan yang buruk.Qotadah berkata’ “sesungguhnya kerja kerasmu wahai Bani Adam menunjukan kelemahamu dihadapan Allah. Maka barang siapa yang mampu melakuka suatu ketaatan maka hendaklah ia melakukannya, dan tidak ada daya dan kekuatan melainkan milik Allah semata.
Setiap manusia tidak terlepas dari usaha dan kelelahan dalam kerja keras. Ini merupakan tabiat manusia yang sudah merupaka ffitrahnya. Amal merupaka asar dari niat dan keinginan. Maka setiap apa yang dikerjakan akan bersesuain dengan kehendak niat dan irodahnya. Ibnu Abas berkata :” sesuai dengan kehendaknya. Mujahid berkata :’ sesuai dengan batasan dan tabi’atnya. Sedangkan Qotadah berkata:’ sesuai dengan niatnya. Ibnu Zaid berkata:” sesuai dengan agamanya.
Maksud dari penjelasan para ulama diatas adalah bahwa sesunggunya hubungan antara iman dan amal seperti hubungan antara amal dan kehidupan manusia.
Setiap manusia selamanya mempunyai irodah. Dan setiap keinginan tesebut hendaklah berhenti sesuai dengan keinginan tersebut. Dan hendaklah setiap para hamba yang memiliki irodah yang dicintai oleh allah berhenti juga diatas irodah yang dicintai tersebut.
2b: Setiap manusia berpikir. Sudah menjadi sebuah keumuman bahwa setiap manusia pasti berpikir sebelum melakukan sesuatu.
Disini akan kami ringkas bahwa manusai memiliki tabiat:
Setiap manusia berpikir dan setiap orang yang berpikir akan beramal, dan setiap yang beramal adalah beribadah.
Akan tetapi dalam peruses perjalannya manusia ada yang tidak memilik agama sekalipun hingga hal ini membawa mereka untuk tidak melakuka ibadah sekalipun karena memang mereka tidak meyakini adanya Tuhan. Inilah yang terjadi pada orang-orang Atheis.Jika kamu tanyakan kepada mereka apakah yang kamu sembah? Niscaya mereka akan menjawab, bahwa dia tidak beribadah kepada sesuatu apapun. Ia beralasan karean ia adalah manusia yang tidak memiliki agama.
Ini adalah arus besar yang disandarkan kepada pemikiran murji’ah. Berangkat dari sini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa manusia itu dibagi menjadi dua bagian:
Manusia yang beribadah.
Manusia yang tidak melakukan ibadah sekalipun{ Atheis}
Adapun kelompok yang pertama [orang yang beribadah} mencakupi orang-orang yang berkomitmen dengan suatu agama tertentu tidak terkecuali islam. Adapun yang kedua adalah{orang yang tidak melakukann ibadah} mencakupi daulah atau Negara ataupun peribadi tertentu yang tidak menganut agama apapun{ Negara komonis}
Kemudian orang yang mengerjakan ibadah tersebut terbagi menjadi dua bagian:
1: orang yang beriman dengan hatinya dan bermal dengan anggota badanya.
2: orang yang beriman dengan hatinya akan tetapi tidak beramal dengan anggota badanya.
KEHENDAK DAN TUJUAN.
Adapun perbedaan kehendak dan tujuan antara orang kafir dan orang mukmin adalah sbb:
1:kehendak atau cita-cita orang Mukmin yang paling tinggi adalah kecintaan kepada Allah. Adapun orang-orang kafir kehedak dan tujuan yang paling mereka prioritaskan adalah terhadap apa yang mereka jadikan tandingan yang mereka ibadahi{kecintaan kepada berhala} dari selain Allah.
Allah berfirman :” dan diantara manusia itu ada yang menjadikan selain Allah itu sebagai tandingan, mereka mencintainya sebagaiamana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang mukmin itu sangat cinta kepada Allah.3 Firman Allah “ Dan bersabarlah engkau Muhammad bersama orang-orang yang menyeruh Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengarap keridaannya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia. Dan janganlah engkau mengikuti orang-orang yang hatinya telah kami lalaikan dari mengingat kami, serta menurtu keinginannya dan keadaannya sedah melewati batas{Al-kahfi 28}
Ayat semacam ini sangat banyak dalam Al-quran. Sebagaimana ayat-ayat yang membicarakan tentang kesalahan kaum musryikin dimana mereka menjadikan prantara dan sebab dari mahluk sebagai tujuan dan kehendak dalam mempersembahkan ibadah mereka.
Mereka berkata :” tidaklah kami beribadah kepada mereka melainkan untuk mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekanya{Az-zumar 3}. Mereka juga mengatakan :” mereka adalah penolong kami disisi Allah.
Allah telah membatalkan segala apa yang mereka sangkakan. Allah telah membatalkan semua kesyirikan yang mereka lakukan. Sama saja apakah itu dalam tujuan ataupun mereka menjadikannya sebagai prantara dalam beribadah kepada Allah.
Apapun yang dilakukan oleh seseorang tidak akan mencapai keridaan dari Allah kecuali dengan kalimat lailahailallah. Tauhid, ibadah dan kecintaa seseorang tidak akan sempurna kecuali dengan kalimat ini.
Syekh Abdul Wahab membuat satu bab dalam kitabnya yaitu bab: bagian dari kesyirikan apabila seseorang beramal diniatkan untuk dunia semata.
Allah berfirman :” Barangsiapa yang mengingingikan kehidupan dunia dan perhiasaanya maka akan kami berikan semuanya terhadap apa yang ia kerjakan didalamnya. Dan ia pun tidak akan dirugikan. Mereka itulah orang yang tidak akan mendapatkan apa-apa diakhirat nanti kecuali neraka. Sia-sialah apa yang tela mereka lakukan dan batallah semua apa yang telah mereka kerjakan.{Hud 15}
Dalam hadist soheh Rosulullah bersabda :” celakalah hamba dinar,celakalah hamba dirham dan celakalah hamba pakaian.
SEBAB DAN PRANTARA
Adapun perbedaan sebab dan prantara yang terjadi antara ornng mukmin dan orang kafir adalah sbb:
1: orang mukmin dengan keimanannya yang sempurnah mereka hanya meminta tolong kepada Allah saja bukan kepada selainnya. Seperti ritual ibadah yang hanya dipersembakan kepada Allah saja.sama saja apakah dalam perkara meminta hidayah, keistiqomahan hati ataupun meminta untuk keselamatan hati dari perkara fitnah dan subhat. Atau dalam meminta hajah atau kebutuhan yang selalu dicari oleh hambanya demi kelangsungan hidupya ketika didunia.
2
MEGAKUI DIRI MERASA BUTUH KEPADA ALLAH.
HAKIKAT IMAN SARIE
Perkara iman merupakan satu perkara yang banyak dibicakan oleh beberap kelompok sesat dalam islam. Banyk pendapat yang mereka kemukakan berdasarkan akal mereka.
Para kelompok sesat mendevinisihkan iman sesuai denga hawa nafsu mereka. Diantara mereka ada memalingkan makna asli yang ditetapkan oleh nash sar’i. dan ada juga diantara mereka yang mengambil sebagian nash-nash sar’I sehingga mereka menjadi guluw didalamnya. Ada juga diantara mereka yang mena’wil sebagian ayat dan mengingkarai ayat yang lainnya
Adapun ahlu sunnah wal jama’ah mereka adalah para sahabat, tabi’en dan para pengikut mereka, apabila ditanya tentang perkara iman maka mereka akan menjawab dengan merujuk kepada wahyu ilahi bukan dengan hawa nafsu.
Diantra mereka ada yang menjawabnya pertanyaan seseorang dengan firman allah { al-baqaroh ayat 77}
Terkadang jika ditanya tentang perkara iman maka mereka akan menjawab dengan hadist jibril. Terkadang mereka akan menjawabnya dengan perkataan sebagaiman dengang perkataan salah seorang diantara mereka:” sabar adalah setengah dari iman sedangkan yakin adalah iman secara keseluruhan.
1.1: Para ulama ahlu sunnah baik dari syam, irka, dan yang lainnya dimana mereka sepakata bahwa iman adalah perkataan dan perbuatan bertambah dan berkurang. Bahkan kebanyakan diantara mereka tidak menambah dan tidak mengurang devinisi ini. Akan tetapi ada juga yang berbeda dalam mendevinisikanya namun substansi dari apa yang mereka kemukakana dalah sama.
2.2: imam bukhari berkata:” saya telah bertemu dengan seribu ulama, dari hijaz, mekkah, madinah, kuffah, basroh, bagdad, syam dan mesir aku menemui mereka dari satu masa kemasa namun tidak aku temukan perselihan diantra mereka bahwa iman itu adalah perkataan dan perbuatan. Hal ini berdasarkan pada firman allah” tidaklah mereka diperintahkan melainkan hanya untuk beribadah kepada allah dengan mengiklaskan agama kepadanya mengerjakan shalat dan mengeluarkan zakat. Itu adalah agama yang benar {al-bayinnah ayat 5}]
Beliau juga menyebutkan tentanag aqidah ahlu sunnah dalam masalah ini : ahlu sunnah tidak mengkafirkan para pelaku dosa besar dikarenakan allah berfirman :’sesungguhnya allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan dia akan mengampuni dosa selain dari syirik bagi siapa yang ia kehendaki .
Imam abu zur’ah dan imam abu hatim ar-roziyan sebagaimanyang diriwayatkan oleh imam Abdurrahman bin abi haatim ia berkata :” saya bertanya kepada ayah dan abu zur’ah tentang majhab ahlu sunnah dalam perkara usul dien dan apakaha yang mereka ketahui tentang pendapat para ulama dari berbagai penjuru negri dan bagaian keyakinan merekna tentan hal ini? Maka keduanya menjawab:” kami telah bertemu dengan para ulama di berbagai negri baik diirak, syam maupun di yaman adapun majhab mereka dalam masalah iman mereka mengatakan bahwa iman adalah perkataan dan perbuatan bertambah dan berkurang. Kemudian ia menambahkan adapun pelaku dosa besar berada diblawah kehendak allah. Dan kami tidak mengkafirkan ahlu kiblat dengan dosa yang ia lakukan adapun sesuatu yang tersembunyi dari mereka kami serahkan kepada allah.
Imam abu amruh at-tolmanky meriwayatkan dalam sanadnya yang cukup terkenal dari musa bin harun al-hamal ia berkata:” ishak bin rohawiyah meriwayatkan kepada kami bahwa iman adalah perkataan dan perbuatan bertambah dan berkurang dan tidak diragukana lagia bahwa itu sebagaimana yang telahh kami sifati.
Abu ubaid al-qasim berkata bin salam al-imam dan beliau mepunyai kitab musonif yang membahas tentang perkara iman dimana ia berkata :” orang-orang yang menamakan [mendevinisikan} bahwa iman adalah perkataan dan perbuatan bertambah dan berkurang diantaranya adalah sbb:
Ulama dari negri mekah diantaranya adalah Abdullah bin umar al-laist, atnu ato bin abi robah, mujahid bin jabir dan ibnu abi mulaikah dll.
Dari negri madinah diantaranya adalah imam az-zuhry, robi;ah bin abi Abdurrahman dll.
Dari mesir yaman adalah towus al-yamany, wahab bin munabih, ma’mar bin rosyd dan abdul rozak bin hamam.
Dari mesir dan syam adalah imam al-auzai’e, sa’id bin abdul aziz, walid bin muslim dll.
Imam al-baghowi berkata dalam sarhu as-sunnah :” para sahabat, tabi’en dan juga para pengikut mereka dari ulama ahlu sunnah bersepakat bahwasannya amal adalah bagian dari iman karena allah berfirman:”hanyasannya orang mukmin itu adalah jika disebutkan nama allah maka bergetarlah hati mereka…….sampai pada firmannya: yaitu orang-orang yang beriman dengan hal yang ghaib, mereka mengerjakan shalat dan mengeluarkan zakat.
Dalam ayat ini allah menjadikan amal adalah iman hal ini juga senada dengan hadist abu hurairah yang berbunyi : iman memilikira tujuh pulu cabang.kemudian belia berkata: mereka berkata: sesungguhnya iman itu adalah perkataan dan perbuatan dan aqidah, bertambah dengan melaksanakan ketaatan dan berkurang karena melakukan kemaksiatan sebagaimana yang dijelaskan oleh al-quran dan hadist juga menjelaskan tentang berkurangnya iman.
Imam al-hafizh abu umar bun abdul barr: sudah merupakan ijma ahlu fiqhi dan ahlu hadist bahwasaannya iman adalah perkataan dan perbuatan, dan tidak ada amal kecuali dengan niat dan iman menurut mereka bertambah karena melakukan ketaatan dan berkurag karena maksiat. Dan ketaatan itu semuanya adalah iman.
Imam ibnu katsier berkata:” bahwasaanya kata iman apabila diungkapkan secara mutlak maka iman sar’ie yang dituntut itu tidak ada melainkan meliputi keyakinan dihati, perkataan dan perbuatan. Ini adalah majhab ekebanyakan ulama ahlu sunnah bahkan imam safe’I imam ahmad,dan abu ubaid dan yang lainnya menukil pendapat ini, yaitu bahwasannya iman itu adalah perkataan dan perbuatan bertambah dan berkurang.
Ibnu rojab al-hambali berkata:” dan sudah menjadi mashur dikalangan para salaf dan ahlu hadist bahwasannya iman itu adalah perkataan dan perbutan dan niat. Dan bahwasannya semua amal masuk atau merupakan bagian dari iman. imam safe’I menguatkan bahwa ini merupakan ijma sahabat, tabi’ien dan orang setelah mereka. Para salaf sangat keras pengingkaran mereka terhadap orang yang tidak memasukan amal bagian dari iman.
Al-auzaie berkata: sudah sejak duku kala majhab para salaf dimana mereka tidak membedakan antara amal dan iman.
1.12: PERKATAAN HISYAM BIN AMAR.
Dan diantara penjelasan untuk orang yang berakal adalah bahwasannya iman adalah perkataan dan perbuatan bertambah dan berkurang. Telah dijelaskan dalam hadist rosulullah sbb:
ان الحياء شعبة من الايمان
و ان حسن العهد من الايمان
Perkataan qodi iyad yang disertai dengan ta’liq imam ahmad: dimana fudail bin iyad mensifati bahwa iman adalah perkataan dan perbuatan. Kemudian ia membacakan firman allah: tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar mereka beribdah kepada allah saja dan mengikhlaskan agama hanya kepadanya. Mengerjakan shalat dan mengeluarkan zakat. Itu adalah agama yang lurus.{al-bayinnah ayat 5}
Berikut ini adalah penjelasan yang masih berkaitan dengan pembahasan sebelumnya. Yaitu pembahasan mengenai beberapa perkataan para ulama tentang iman
1.1: ulama yang mendevinisikan iman dengang dengan pilar-pilar tertentu. Sebagaiman perkataan mereka: iman itu adalah sabar dan yakin. Atau iman itu adalah sabar dan syukur dan yang semisal dengannya. Maka bisa dimaklumi bahwa bukan hakikat dari devinisi aslu {istilah} yang mereka maksudkan akan tetapi devinisi yang mereka maksudkan adalah sebagai penekanan bahwa pilar tersebut adalah perkara yang penting dalam agama.
Ada juga ulama yang menambah devinisi iman dengan kata-kata tertentu. Kadang hal itu menurut mereka bahwa devinisi iman tidak akan sempurnah kecuali dengan menambah point-point penting yang berkaitan dengan rukun. Sebagaiman perkataan mereka bahwa iman itu adalah perkataan dan perbuatan dan niat.
Ulama yang mendevinisikan iman dengan lafaz tertentu. Terkadang bisa dipahami dari perkataan mereka bahwasaannya hal itu mengandung perbedaan atau perubahan yang bersifat perbaikan. Yang sangat terkenal sekali dari ungkapan mereka adalah para ulama yang mendevinisikan iman dengan: keyakinan dihati, diungkapkan dengan lisan dan diamalkan oleh anggota badan. Devinisi ini sudah sangat masuhu dikalangan ulama mutaakhirin dari kalangan ahlu sunnah.
Imam ibnu taimiyah berkata: dari bab ini tentan perkataan para salaf dan imam ahlu sunnah dalam menafsirkan iman: terkadang mereka berkata iman adalah perkataan dan perbuatan. Kadang mereka mengatakan iman adalah perkataan dan perbuatan dan niat. Terkadang mereka mengatakan iman adalah perkataan dan perbuatan dan niat dan mengikuti sunnah. Dan terkadang mereka mengatakan iman adalah dingkankan oleh lisan, diyakini oleh hati dan diamalkan oleh anggota badan.” Kemudian beliau berkata: semua ini adalah benar.
1.13: MAKNA PERKATAAN PARA SALAF “ IMAN ADALAH PERKATAANDAN PERBUATAN”
Adapun makna perkataan para salaf bahwa iman itu adalah perkataan dan perbuatan yaitu beriltizam, melaksanakan perintah, pengikraran, keyakinan dan ketaatan dalam hati, lisan dan anggota badan.
Ibnu taimiyah berkata: para ulama telah bersepakat bahwasannya iman adalah perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang. Adapun maknanya adalah mencakupi perkataan hati dan amalan hati, kemudian perkataan lisan dan amalan anggota badan. Adapun perkataan hati adalah pembenaran{tasdiq}terhadap keberadaan allah, terhadap para malaikatnya,kitab-kiitabnya, para rosulnya, dan kepada hari akhir.
Kemudian dari perkara ini manusia dibagi menjadi dua bagian:
Orang yang membenarkan secara jumlatan akan tetapi dia tidak mengetahuinya secara tafsil.
Diantara mereka ada yang membenarkan baik secara jumlatan maupun secara tafsil.
Diantara mereka ada yang secara terus-menerus menghadirkan dan selalu mengingat tentang perkara tasdiq baik secara jumlatan maupun secara tafsilan. Dan diantara mereka ada juga yang lalai darinya dan bingung atau kusut darinya. Dan ada juga yang jelas didalamnya terhadap apa yang allah letakan didalam hatinya cahaya iman.adapun tasdiq yang mengikuti amalan ahti adalah cinta kepada allah dan rosulnya dan mengagungkan allah dan rosulnya, takut kepada allah dan bersandar kepadanya. Semua amalan hati ini adalah bagian dari iman. kemudain keyakinan hati itu diikuti oleh lisan, kemudian amalan hati itu diikuti oleh amalan anggota badan dari amalan shalat, zakat, puasa, dan haji dan yang semisal dengannya.
Tidak ada perbedaan dalam ungkapan secara maknawi akan tetapi ini adalah perkataan mutlak dan amalan mutlak. Dalam perkataan para salaf ini mencakupi perkataan hati, perkataan lisan dan amalan hati dan amalan anggota badan. Perkataan dengan lisan tanpa disertai dengan keyakinan dihati maka ini adalah perkataan orang munafiq. Begitu juga jika amalan anggota badan tidak disertai dengan amalan hati maka ia adalah bagian dari amalan munafiq yang tidak akan diteriman oleh allah. Maka perkataan para salaaf ini mencakupi perkataan dan perbuatan secara batin dan zahir.
Kemudian imam ibnu taimiyah berkata: begitu juga orang yang mengatakan’ : keyakinan dihati, perkataan dilisan dan diamalkan oleh annggota badan dimana dia menjadikan perkataan dan perbuatan dua nama yang belum Nampak. Maka dalam hal ini dibutuhkkan adanya keyakinan dihati. Dan diwajibkan untuk memasukan perkataan: keyakinan dihati{ amalan hati yang disertai oleh pembenaran. Contohnya adalah cinta kepada allah dan takut kepadanya.
Sesungguhnya masuknya amalan hati lebih didahulukan dari amalan anggota badan dan ini merupakan kesepakatan para ulama.
Adapun perkataan para salaf bahwa iman itu adalah perkataan dan perbuatan maka yang mereka maksudkan adalah perkataan hati dan perkataan lisan dan amalan hati dan amalan anggota badan. Jika mereka mengatakan bahwa iman itu adalah perkataan dan perbuatan maka termasuk didalamnya perkataan hati dan perkatan lisan secara keseluruhan.
Adapun perkataan hati adalah pengikraran, mengenal allah dan membenarkrannya. Adapun amalan hati adalah tunduk terhadap apa yang ia benarkan tersebut.
Ibnu qoyim berkata:” iman itu adalah perkataan dan perbuatan.perkataan disini mencakupi perkataan hati dan perkataan lisan. Sedangkan perbuatan disini adalah perbuatan hati dan perbuatan annggota badan. Maka berangkat dari ini siapa saja yang mengenal allah dengan hatinya namun tidak diikrarkan oleh lisannya maka dia belum bisa dikatakan sebagai orang mukmin. Dan begitu juga barangsiapa yang mengucapkan dengan lisannya sesuatu yang tidak ada dihatinya maka hal itu tidak bisa emenjadikan ia sebagai seorang mukmin bahkan ia termasuk orang munafiq. Dan barang siapa yang mengenal allah dengan hatinya dan diikrarkan oleh lisannya maka hal itu tidak cukup hingga ia datang dengan amal.
Ahlu sunnah membagi amalan insane menjadi dua bagian:
Batin yaitu mencakupi perkataan hati dan amalan hati.
Zahir yaitu mencakupi perkataan lisan dan amalan anggota badan.
Adapun yang dimaksudkan dengan perkataan adalah mengucapkan dua kalimat syahadat, sedangkan yang dimaksud dengan amal maka ia lebih umum dari amalan hati dan amalan anggota badan dan termasuk juga keyakinan dan ibadah.
Para salaf berkata iman adalah keyakinan dihati dan diucapkan oleh lisan dan diamalkan oleh anggota badan maka yang mereka maksudkan disini adalah bahwasaanya amal itu syarat kesempurnaan iman maka berangkat dari sinilah mereka mengatakan bahwa iman itu bertambah dan berkurang.
Orang-orang murji’ah berkata:” iman adalah keyakinan dihati dan diucapkan oleh lisan tanpa disertai dengan amal.
Orang karomiyah berkata iman adalah mengikrarkan dilisan saja.
Sedangkan orang mu’tazilah berkata iman adalah amal dan diucapkan oleh lisan dan diyakini oleh hati. Perbedaan antara mu’tazilah dengan para salaf adalah dimana mereka menjadikan amal syarat sahnya iman sendangkan para salaf mengatakan bahwa amal adalah syarat kesempurnaan iman.
MAKNA IKRAR DAN TASDIQ DARI PERKATAAN PARA SALAF:
Sesungguhnya para salaf mereka menggunakan kedua istilah ini { ikrar dan tasdiq} tidak keluar dari apa yang ada dalam al-qur’an dan as-unnah dalam segi makna. Sesungguhnya perkara tasdiq sudah ada dalam nash al-qur’an dan as-sunnah bahkan dalam bahasa arab pun sudah ditemukan istilah ini. Hal ini tidak terbatas pada tasdiq yang berkaitan dengan khabar saja akan tetapi termasuk juga dalam tasdiq amal. Yaitu tasdiq terhadap khabar dari allah dengan malaksanakan perintahnya dan datang dengan amal.
Bagian dari maknanya adalah menampakan pembenarann itu bahwa tidak ada ilah yang haq untuk diibadahi melainkan allah semata. Yaitu mengimani keesaan allah dan ini adalah perkara yang didustakan oleh orang-orang kafir. Barangsiapa dari kalangan orang mukmin yang datang dengan kalimat ini dan membenarkannya atau membenarkan Muhammad maka ia termasuk orang yang bertakwa.
BAB KEDUA
TESTIMONI HISTORIS TENTANG AWAL MUCULNYA PEMIKIRAN MURJI’AH
Fitnah Pertama:
1.1: Imam Muslim meriwayatkan dalam sohehnya dari Huzaifah bin Yaman ia berkata. Tatkala kami berada disisi umar bin khattab. tiba-tiba ia berkata,” siapakah diantara kalian yang menghafal hadist dari Rosulullah tentang fitnah sebagaimana yang beliau katakan? Kemudian aku berkata: saya wahai Umar Bin Khattab. Maka ia berkata sesungguhnya kamu adalah lelaki pemberani, apakah yang beliau katakan? Ia berkata:saya berkata, saya mendengar rosulullah berkata, fitnah seorang laki-laki pada keluarganya dan hartanya dan jiwanya dan juga anaknya dan tetangganya yaitu mengingkari puasa, shalat dan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Maka umar berkata, bukan ini yang aku maksudkan. Tapi yang aku maksudkan adalah seperti gelombang sebagaimana glombang yang ada dilautan.kemudian ia berkata, saya berkata: apakah yag kamu dan yang ia miliki wahai amirul mukminin? Sesungguhnya diantara kamu dan dia ada pintu yang tertutup. Kemudian ia berkata, apakah pintunya tertutup atau terbuka? Ia berkata, tidak akan tetapi tertutup. Maka umar berkata: alangkah pantasnya kalau tidak ditutup selama-lamanya. Kemudian ia melanjutkan, maka kami berkata kepada huzaifah, apakah umar tahu pintu tersebut? Ya dia mengetahuinya sebagaimana ia mengetahui besok malam. Sesungguhnya aku berbicara kepadanya dan tidak dengan menipunya.
Adapun bagaimana pintu fitnah tersebut terbuka maka sungguh telah disebutkan dalam beberapa buku sejarah dan riwayat-riawayat dengan sanad yang bagus yang bisa membantu kita bahwasannya Persia yang beragama majusi dan kejelekan orang-orang nasrani dimana mereka telah lama mengincar Umar bin Khattab dan rencana mereka telah dilaksanakan oleh Abu Lu’luah Al-majusy. Baginya layak untuk mendapatkan azab dari Allah. Sejak itulah pintu fitnah ini terbuka.
Orang-orang Salib tidak berhenti hanya sampai disini, mereka telah mengumpulkan berbagai macam kejelekan yang paling terkenal ada tiga makar yang mereka lakukan. Makar yahudi misalnya yang terjadi melalui tangan Abdullah bin saba. Maka menjadi panaslah api fitnah itu dan yang menjadi korban pertamakali dari fitnah ini adalah dengan terbunuhnya khalifah ustman, kemudian diikuti oleh yang lainnya dan fitnah-fitnah itu senantias akan selalu ada.Terbunuhnya ustman merupakan sebuah bencana besar.
1.A: PARA SAHABAT BERLEPAS DIRI DARI PEMIKIRAN MURJI’AH
Perlu diketahui bahwa ada sebagian oarnag yang menisbatkan irja' kepada para sahabat. Hal ini tidaklah benar. Ini adalah pendapat yang dilontarkan oleh orang-orang sesat dari kalangan Ahlu kalam dan orang-orang yang memusuhi para sahabat. Seperti orang-orang Khawarij, Si'ah Rofidho. Bahakan penisbatan irja' kepada para sahabat menjadi tersohor dinegri timur dan barat. Kemudian fitnah ini diteruskan oleh para arkeologi yang belajar tentang Islam kemudian mereka memutar balik fakta{ distorsi} sejarah. Hingga seakan-akan hal itu benar adanya. Padahal itu adalah satu kedustaan.
Berbicara tentang para sahabat berarti berbicara tentang dien. Sedangkan dien ini tidak diambil dari orang Muslim yang fasik. Tidak ada tempat bagi akal didalamnya. Hanya ahlu bid'ah yang sesat yang jatuh didalamnya, seperti Al-ka'biy dan Jaahizh atau orang kafir pembangkang seperti orang orientalis pada umumnya. Allah berfirman tentang orang fasik:"
ولا تقبلوا لهم شهادة ابدا
Artinya : tidak akan diterima persaksian mereka selama-lamanya.
Hokum tentang para sahabat Muhammad lebih besar dan lebih agung dari sekedar sahadat,karena hal ini berkaitan dengan dien dan keyakinan. Sedangkan dalam sari';at kita persaksian seorang Muslim yang fasik ditolak.
Ibnu Taimiyah berkata: sesungguhnya para sahabat,{semoga Allah meridhai mereka semua} adalah generasi terbaik dari umat ini. Yaitu umat yang terbaik yang dipilih oleh Allah untuk manusia. Mereka mempelajari dien ini langsung dari sumbernya {Nabi} tanpa melalui prantara. Mereka memahami maksudnya kemudian mereka praktekan dalam kesehaian mereka. Mereka mendengar langsung darinya, dimana hal tidak tidak didapati oleh orang setelah mereka.
Mereka telah memberikan batas loyalitas diantara manusia dan penduduk bumi. Mereka berhijrah dari semua kelompok mereka{ asobiyah}. Berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka. Maka berangkat dari sini tidak ada kemungkinan bahwa merka akan terjerumus dalam kesesatan. Tidak seorang pun dari mereka yang menjadi ahlu bid'ah sebagaimana orang Khawaarij, Si'ah Rofidho, Qodariyah, Murji'ah dan Jahmiyah.
Beberapa tokoh orientalis yang telah banyak menyebarkan syubhat ini dalam tubuh kamum muslimin
فان فلوتن
يوليوس ويلهاوسن
Keduanya ini merupakan tokoh Orientalis yang sangat buruk dan banyak memberikan pengaruh ke pada para pengikutnya.
المستشرق اليهودي الحاقد: جولد زيهر
فون كريم
نيكلسون
بروكلمان
نلينو
FITNAH KEDUA
Fitnah yang kedua ini merupakan kesinambungan dari fitnah yang pertama. Akan tetapi keduanya memiliki sisi perbedaan. Awal munculnya fitnah ini adalah dalam perkara keyakinan yang berbeda dan manhaj yang berbeda pula.
Dan mungkin ungkapan yang paling tepat tentang awal munculnya fitnah ini adalah sejak bertemunya dua pasukan Ali dan Muawiyah. Bahkan lebi konter lagi setelah peristiwa tahkim.
Akibat dari peristiwa ini adalah munculnya dua aliran besar dalam islam yaitu Si'ah dan Khawarij. Dimana keduanya memiliki sisi perbedaan yang banyak sekali. Keduanya memiliki garis perbedaan dan jatuh dalam penyimpangan yang jauh. Kedua kelompok ini memilik ilat cacat yang sama yaitu jatuh dalam pekara guluw.
Murji;ah Beda Dengan Khawarij
Telah kita bahas sebelumnya bahwa antara murji’ah dan khawarij memiliki sisi p erbedaan yang sangat jauh, terutama dalam perkara iman dan menghukumi pelaku dosa besar. Dimana orang-orang khawarij mengatakan bahwa pelaku dosa besar adalah kafir dan keluar dari islam sedangkan menurut orang-orang murji’ah para pelaku dosa besar adalah orang mukmin yang sempurnah imannya.
Sebab lain yang mendasar dari perbedaan keduanya adalah dari segi motifasi mereka dalam membangun majhabnya.
BAB 3
MURJI’AH YANG NAMPAK
Prolog
Berbicara tentang Murji’ah maka yang dimaksud adalah murji’ah yang berkaitan dengan perkara iman. Yang berubah dari hanya sekedar bid’ah dalam wacanah {teori} yang di yakini oleh personal tertentu kemudian hal ini menimpa seluruh cara berpikir kaum muslimin bahkan mencakupi seluruh kehidupan kaum muslimin.
Sebagaimana yang telah mashur dikalangan kita bahwa Murji’ah secara umum dibagi menjadi dua bagian.
1a: Murji’ah Fuqoha atau Murji’ah Ibaad.
Ini adalah syubhat dalam wacana teori tentang devinisi iman. Terjadi kesalahan beberapa ulama dalam hal ini yang diakibatkan oleh kekeliruan dalam beberapa perkara khusus.
2b: Murji’ah Mutakalimin dan Ahlu Mantiq.
Yaitu syubhat murni orang filsafat yang tidak memiliki landasan sari’e sama sekali. Maka dalam hal ini para Aimatu Salaf tidak ragu-ragu dalam mengkafirkan para penganut pemikiran ini dan memandang buruk terhadap filsafat dan ilmu kalam.
Beberapa Perkataan Para Aimatu Sunnah Berkenaan Dengan Murji’ah
1.1: Ibrahim An-nakhoi . Beliau adalah ulama tabi’in dan merupakan seorang ulama ahli fiqih di Kuffah pada jamannya. Beliau adalah seorang ulama senior yang cukup mashur. Diantara muridnya yang mengadopsi pemikiran murji’ah adalah Hammad Bin Aby Sulaiman. Beliau wafat pada tahun 96 hijriyah berdasarkan kesepakatan para ulama. Diantara perkataan Beliau tentang Murji’ah adalah:
الارجاء بدعة
ايا كم و اهل هذا الري المحدث يعني الارجاء
وكا ن رجل بجالس ابراهيم يقا ل له محمد, فبلغ ابراهيم انه يتكلم في الارجاء فقا ل له ابراهيم: لا تجالسنا
و قا ل: لفتنتهم عندي اخوف علي هذه الامة من فتنة الازارقة
Sa’id Bin Jubair. Beliau adalah Kabirul Quroh yang hidup pada jamannya Hajaj Bin Yusuf Af-saqofih. Beliau berkata:
المرجئة يهود القبلة
المرجئة مثل صابئين
Imam Az-zuhriy: Beliau adalah seorang ulama besar pada jamannya. Ia berkata :
ما ابتدعت في الاسلام بدعة هي اضر علي اهله من هذه- يعني الارجاء
Yahya dan Qotadah:
قال الاوزاعي :كان يحيي و قتادة يقولان :ليس من اهل اهواء شئ اخوف علي الامة من الارجاء
Pencetus Sekaligus Peletak Batu Dasar Pemikiran Murji’ah
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan tentang siapakah yang pertamakali mencetuskan pemkiran Murji’ah. Berikut ini adalah pendapat yang mereka kemukakan:
Zar Bin Abdullah Al-hamdany. Dia adalah seorang ulama dari kalangan tabi’in dan merupakan seorang ahli ibadah yang tekun. Wafat sebelum akhir abad pertama. Ishak Bin Ibrahim berkata:” saya berkata kepada abu abdillah yakni imam ahmad. Siapakah yang pertamakali yang berbicara tentang iman? Maka beliau menjawab, orang pertama kali yang berbicara tentang iman yakni zar. Ini adalah pendapat yang di nukil oleh Imam Az-zahaby dalam kitab Al-mizaan dari Imam Ahmad.
Ada juga yang mengatakan bahwa yang pertamakali berbicara tentang iman adalah Qois Al-masyir. Pendapat ini dinukil oleh Ibnu Hajar dari Al-auza’i. Ia berkata, orang yang pertamakali berbicara tentang iman adalah seorang laki-laki dari penduduk kuffah, bernama Qois Al-masyir.
Ada juga yang mengatakan bahwa orang yang pertamakali berbicara tentang iman adalah Hammad Bin Aby Sulaiman. Beliau wafat pada tahun 120 H. Beliau adalah guru Imam Abu Hanifah dan merupakan murid Ibrohim An-nakho’i. Kemudian pendapat ini di ikuti oleh sebagian besar penduduk Kuffah. Pendapat ini disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dalam kitab Al-iman halaman 281.
Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa orang yang pertamakali berbicara tentang iman adalah Jahm Bin Sofwan. Dia adalah pemimpin kesesatan. Allah mejadikannya sebagai fitnah bagi manusia. Sebab dari kesesatan sebagaimana Samiry yang menyesatkan Bani Israel.
Kiranya cukup bagi kita untuk mengetahui bahwa laki-laki inilah yang menjadi pembesar bid’ah pada qurun kedua. Dia telah meninggalkan pengaruh yang sangat besar kepada tujuh pulu dua aliran sesat dalam islam. Tidak ada satu orang pun yang mengimbangi laki-laki ini dalam hal menyesatkan umat manusia dari jalan yang benar. Tidak ada satu satu orang imampun yang berhujah dengan perkataannya. Tidak juga para alim yang menerima kesesatannya. Dan tidak seorangpun yang yang memberikan saksi akan kebaikannya.
Pokok Pemikiran Murji’ah dalam Teori {wacanah}
Awal syubhat yang disebarkan oleh orang-orang Murji’a’h adalah dalam perkara iman, begitu juga dengan kelempok sesat lainnya. Adapun inti dari penyimpangan mereka adalah dalam masalah iman, dimana mereka mengatakan bahwa iman adalah pembenaran dihati dan dicupakan oleh lisan adapun amal bukan termasuk bagian dari iman. Mereka meyakini bahwa iman itu adalah satu kesatuan dan tidak memiliki cabang dan semua orang mukmin didalamnya memiliki kedudukan yang sama. Iman tidak bertambah dan tidak berkurang dan tidak akan terkumpul dalam diri seseorang keimanan dan kemunafikan.
Atas dasar inilah orang-orang Khawarij membangun majhab mereka yang mengatakan bahwa pelaku dosa besar adalah kafir, karena keimananya hilang disebabkan oleh dosa besar yang ia lakukan. Akan tetapi perlu dicacat bahwa dalam peroses perjalanannya kelompok ini ada yang masih komitmen dengan pendapatnya ini dan ada juga yang menyelisihinya.
Orang-orang dari kalangan mu’tazila sepakat dengan orang khawarij dalam menghukumi pelaku dosa besar,hanyasannya mereka mengatakan bahwa pelaku dosa besar itu tidak mukmin dan tidak juga kafir, sehingga muncullah apa yang disebut dengan istilah Manzilah Baina Manzilatain. Yaitu satu tempat diantara dua tempat. Tempat yang berada diantara Surga dan Neraka. Adapun menghukumi pelaku dosa besar diakhirat orang-orang mu’tazila sama dengan orang khwarij yaitu kekal dineraka. Mereka hanya berselisih dalam nama saja adapun dalam masalah hukum diakhirat mereka sama.
Sedangkan orang-orang Murji’ah mengatakan bahwa pelaku dosa besar tidak berpengaruh pada imannya. Mereka mengatakan bahwa mengerjakan suatu dosa dan meninggalka kewajiban adalah termasuk kedalam amalan bukan bagian dari keyakinan. Murji’ah dan beberapa kelompok sesat lainnya yang bernaung dibawah pemikiran Murjiah juga sepakat dalam hal ini yaitu keyakinan bahwa amal bukan merupakan bagian dari iman.
Menurut mereka iman orang yang melakukan maksiat sama dengan imannya orang yang sering melakukan ketaatan. Bahkan tidak segan-segan mereka menyamakan iman pelaku maksiat dengan imannya para Malaikat.
Dalam proses perjalanannya juga, orang-orang Murji’ah berbeda pendapat dalam masalah iman. Diantara mereka ada yang mengatakan bahwa iman itu tempatnya dihati, ada juga yang mengatakan bahwa iman itu tempatnya dilisan saja.
Rusaknya Aqidah Kelompok Sesat Ini Menurut Pandangan Ahlu Sunnah
1 para ulama ahlu sunnah telah sepakat baik dari kalangan ulama Salaf maupun Kholaf bahwa iman bertambah dan berkurang dan terkumpulnya keimanan dan kemunafikan dalam diri seorang hamba dan terkumpulnya kesyirikan dan keimanan dalam hati seorang hamba.4
2 Dalam amalan zhahir orang-orang mukmin bertingkat-tingkat didalamnya sesuai dengan kapasitas amalnya.
3 Orang mukimin bertingkat-tingkat dalam amalan batinnya, seperti rasa takut dan kecintaan dll.
4 Manusia memiliki tingkatan yang berbeda dalam masalah yang mereka imani. Diantara mereka ada yang mengetahui semua sifat Allah secara menyeluruh dan ada juga yang mengetahuinya secara global saja.
Kaidah Untuk Memahami Pokok Perpecahan Dalam Masalah Iman
Alternatif yang mungkin kita pilih disini adalah menetapkan kaidah berdasarkan pada tiga bagian yang dipermasalahkan yaitu hati, lisan dan amalan angota badan. Beberapa para ulama telah meletakan kaidah ini berdasaarkan pada nash-nash sar’ie. Berikut ini adalah bagan yang berfungsi sebagai ilustrasi untuk membantu mempermudah pengenalan usul firoq ini.
5
4
3
2
1
ان الايمان بااللسان فقط
ان الايمان باالقلب فقط
ان الايمان با اللسان و الجوارح فقط
ان الايمان با القلب واللسان فقط
ان الايمان با القلب و اللسان و الجوارح
الكرمية
الجهمية
المريسية
الصالحية
الاشعرية
الماتريدية
وسائر فرق المقالات
الغسانية او فرقه
مجهولة
المرجئة الفقهاء
ابن قلاب
اهل السنة
الخوارج
المعتزلة
Akan tetapi pembagian ini perlu dirinci lagi. Berkut ini adalah bagan yang mungkin membantu untuk memperjelas pembahasan ini
1.1: Kelompok yang mengatakan bahwa iman itu mencakupi pembenaran dihati, pengikraran dilisan dan anggota badan. Ada dua kelompok:
1 : Kelompok yang mengatakan bahawa iman adalah mengerjakan semua kewajiban dan meninggalkan semua larangan. Iman itu akan hilang secara menyeluruh jika meniggalkan kewajiban ataupun mengerjakan dosa besar, mereka adalah :
Khwarij: Pelaku dosa besar menurut mereka adalah kafir.
Mu’tazila: Pelaku dosa besar menurut mereka berada diantara dua tempat.
2: Kelompok yang mengatakan bahwa iman itu adalah perkataan dan perbuatan. Segala bentuk ketaatan adalah bagian dari iman atau baigan darinya. Iman itu akan sempurnah jika sempurnahnya cabang-cabang tersebut begitu juga sebaliknya. Akan tetapi ada sebagian perkara yang apabila ia tidak ada maka akan menyebabkan hilangnya iman secara menyeluruh. Dan ada juga amal yang apabila ia tidak ada hanya akan mengurangi kesempurnaan iman.
Dan diantara cabang iman yang usul itu yang dimana iman itu dianggap tidak ada kecuali dengan adanya cabang tersebut. Dan tidak akan dianggap ada iman mutlak tanpa keberadaanya.
1: Diantaranya ada yang wajib dan tidak akan ada kata iman secara mutlak tanpa adanya amalan tersebut.
2: Diantaranya ada juga yang akan mengangkat derajat seseorang ketingkatan yang lebih tinggi.{ Mereka adalah Ahlu suunah Wal Jama’ah}.
1.2: Kelompok yang mengatakan bahwa iman itu adalah pembenaran dihati dan pengikraran dilisan saja. Mereka ada dua kelompok:
1a: Mereka yang memasukan amalan hati kedalam iman. Yang berpendapat seperti ini adalah beberapa pendahulu murji’ah fuqoha dan sebagian neo bid’ah dari pengikut Hanafiyah Mutaakhirin.
2.b: Mereka yang tidak memasukan amalan hati. Bahkan hal ini semakin berkembang dimana mereka sudah tidak memasukan perkataan lisan dalam perkara iman. Bahkan mereka menjadikannya sebagai tanda saja. Yang berpendapat seperti ini adalah keumumman dalam majhab Hanafiya { Maturidiyah}
1.3: Mereka yang mengatakan bahwa iman itu hanya keyakinan dihati saja. Mereka ada tiga kelompok:
1: Kelompok yang memasukan semua amalan hati bagian dari iman. Mereka adalah pecahan dari kelompok Murjiah seperti Yunusiah, As-symriyah dan Tauminiyah
2 : Kelompok yang mengatakan iman adalah Ma’rifat saja, ini adalah pendapat Jahm Bin Shofwan.
3 : Kelompok yang mengatakan bahwa iman itu adalah pembenaran saja. Keyakinan ini diusung oleh orang-orang As-ariyah dan Maturidiyah.
.....................................................................................................................
Pembagian ini merupakan gambaran secara umum saja. Adapun realita yang ada sekarang, terjadi penyusutan aliran-aliran sesat ini dan yang tertinggal hanya sedikit. Hal ini dipengaruhi oleh masuk dan berkembangnya beberapa pemikiran-pemkiran lain. Diantaranya adalah sbb:
1: Adanya penggunaan beberapa kaidah-kaidah ilmu mantik bahkan digolongkan sebagai ilmu baru yang kemudian dipergunakan dalam menentukan penetapan hukum dalam perkara khilafiyah umum. Diantaranya adalah dalam penetapan iman {devinis iman}.
Terjadinya transformasi pembahasan dalam kajian literatur kelasik. Dari kajian Aqidah, Tauhid dan Iman menuju kajian Ilmu Kalam yang berdiri diatas asas filsafat. Kemudian kaidah-kaidah ini dipergunakan dalam mengkaji turasth islam. Secara umum telah kita ketahui bahwa kajian ilmu mantik ini semata-mata merujuk kepada pandangan akal saja tanpa adanya pendekatan dengan menggunakan teks sari’e.
Yang jelas bahwa sebab-sebab sejarah yang telah kita sebutkan tadi berpengaruh pada punahnya beberapa kelompok murji’ah. Diantaranya adalah sbb:
...........................................................................................................................
1: Al-karomiyah. Wujud dan akar pemkiran kelompok ini sudah tidak ada kecuali yang tersisa dalam beberapa kitab-kitab orang-orang yang sesat saja.
Imam Az-zhahabi berkata:” aliran Karomiyah ini banyak diusung oleh orang-orang dari Khurosan akan tetapi mereka tidak menulis buku untuk menyebarkan fiqroh mereka.
2 : Jahmiyah, dan orang-orang yang semisal dengannya dari kalangan Yunusiyah dan samriyah: Dimana kelompok ini sepakat bahwasannya iman itu cukup ma’rifat dihati saja.
3 : Murji’ah Fuqoha, kelompok ini mengatakah bahwa iman itu adalah pembenaran dihati dan diucapkan oleh lisan tanpa disertai oleh amalan angggota badan. Pemahaman ini diusung oleh imam Abu Hanifah dan gurunya Hamad bin Sulaiman beserta beberapa pengikutnya dari negri kuffah. Kelompok ini biasa dikenal dengan sebutan Murji’ah Fuqoha atau Murji’ah Ahlu Sunnah.
PERBEDAAN ANTARA MAJHAB AHLU SUNNAH DAN IMAM ABU HANIFAH
Sebelum kita menyentuh inti perbedaan ini maka perlu kita ketahui bahwa para ulama Ahlu Sunnah sangat mencela dan menganggap bid’ah pemikiran mereka ini. Para ulama sudah banyak menjelaskan kesesatan dan kebid’ahan mereka. Namun apakah perbedaan ini hanya sekedar perbedan dalam lafazh atau devinisi saja bukan hakikat?
A : Perbedaan Yang Berkaitan Dengan Masalah Iman, diantaranya Mencakupi Beberapa Perkara:
1: Para salaf meyakini bahwa iman itu bertambah dan berkurang sedangkan mereka mengatakan bahwa iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang.
2: Para Salaf meyakini bahwa amalan hati merupakan bagian dari iman sedangkan mereka mengatakan bahwa takwa dan rasa takut bukan bagian dari hakikat Iman.
Para Salaf meyakini bahwa keimanan orang fasik itu tidak sempurnah sedangkan mereka mengatakan bahwa orang fasik memiliki iman yang sempurnah juga.
Apakah iman itu akan sempurnah dengan tidak adanya amal? Para salaf meyakini bahwa iman dihati tidak akan sempurnah dengan tidak adanya amal sedang mereka mengatakan bahwa iman dihati seseoarang tetap sempurnah walaupun tanpa amal.
Penyebutan nash-nash iman yang berkaitan dengan amal apakah ia merupakan hakikat atau majas saja? Para salaf mengatakan bahwa ia adalah hakikat sedangkan mereka mengatakan bahwa ia merupaka majaz saja.
Mereka mengatakan bahwa seseorang boleh mengatakan bahwa sesungguhnya imanku sama denan imannya malaikat Jibril sedangkan para salaf tidak membolehkannya.
B: Perbedaan Dalam Masalah Hukum Pelaku Dosa Besar Dan Tempat Kembalinya Kelak.
1: Hukum pelaku dosa besar disisi Allah, bahwasannya ia tidak boleh dihukumi kafir di dunia. Dan jika mati ia tidak akan kekal dineraka akan tetapi ia berada dibawah kehendak Allah.
2: Mengenai beberapa amalan yang dituntut oleh sar’i, apakah ia hanya merupakan bagian dari iman atau hanya sekedar sariat dan buah dari sari’at itu sendiri? Maka barangsiapa yang melihat dari sisi ini saja maka ia akan berkata,” bahwasannya perbedaan ini hanayalah sekedar perbedaan dalam bentuk dan perbedaan dalam lafazh saja. Berikut ini adalah beberapa perkataan para salaf dalam hal ini:
Sesungguhnya mengeluarkan amal dari perkara iman adalah satu perkara bid’ah yang tidak pernah dikenal oleh para Salaf.
Sesungguhnya mengadopsi keyakinan seperti ini akan menjadi mediator atau wasilah menuju pemikiran Irja’ Jahmiyah sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya. Bahkan akan memperkuat munculnya kefasikan sebagaimana yang disebutkan oleh Syekh Islam ibnu Taimiyah.
Sesungguhnya semua syubhat yang mereka lontarkan telah dihapus dan dibatalkan oleh hujjah yang kuat.
PENGARUH ILMU KALAM DALAM PERKEMBANGAN PEMIKIRAN MURJI’AH
Sesungguhnya kajian tentang sejarah pemikiran islam secara umum, maka akan didapati berbagai fenomena-fenomena asing yang datang dan memberikan pengaruh yang besar dalam islam. Adanya kesamar-samaran atau ketidak jelasan yang harus ditanggung yaitu berupa munculnya perang filsafat yunani.
Sebenarnya perang besar yang yang memberikan pengaruh yang signifikan dalam perjalan islam adalah perang pemikiran kontemporer. Yang datang secara bersamaan dengan datangnya perang salib akhir yang disebut dengan Al-isti’mar {penjajahan}.
Ada dua sebab yang paling mendasar munculnya perang pemikiran ini. Diantaranya adalah:
التخطيط التامري لاعداء لاسلام
Ini adalah salah satu cara yang ditempuh orang-orang salib. Salah satunya adalah perang dari dalam dengan munculnya orang-orang zindik tidak terkecuali pemimpin dari pemimpin-pemimpin ular kegelapan.yang memakan kebencian dihatinya dan menghembuskna angin panas dari pendapat-pendapat ahlu bid’ah dan filasafat yang membahayakan.
المنهج التوقيفي
Sesungguhnya iman kepشda Allah dan Rosulnya mewajibkan umat islam untuk berpegang teguh pada sumber kebenaran. Sudah menjadi ma’sum bahwasannya islam adalah agama yang paling mulia dan memiliki kedudukan yang tinggi di bandingkan dengan agama yang lain. Banyak dalil yang mejelaskan hal ini. Diantaranya adalah sbb:
1}Dari Jabir bin Abdullah bahwasannya pada suatu hari Umar bin Khattab memegang lembaran Injil dihadapan rosulullah, demi melihat hal itu Rosulullah marah sambil berkata, apakah kamu masih ragu wahai Umar bin Khattab? Demi Allah jika seandainya nabi Musa hidup dijamanku maka tidak ada pilihan lainn baginya kecuali mengkuti sari’atku.
Hal ini menggambarkan akan hakikat akan tertolaknya sebuah manhaj yang diambil dari wahyu yang sudah dihapus oleh sari’at Islam. Lalu bagaimana dengan hanya sekedar hasil pikiran dan pendapat manusia yang telah diberi label oleh aLlah dengan istilah “ { ي و ظنا و خرصا و افكاهو }. Semua nama ini masuk kedalam apa yang disebut dengan:
{ الميتا فيزيقيةالفلسفة }
PENGARUH ILMU MANTIQ:
1: sesungguhnya ilmu mantiq telah ada sejak dulu. Pertamakali ada dalam arang untuk konfrontasi dalam penggunaan dalil untuk memutarbalik kenyataan.itulah kebodohan yang menimpa pemikiran yunani setelah habisanya
Tatkala ilmu mantiq ini selalu dikedepankan dalam menentukan hakikat sesuatu maka sejak itulah terjadinya penetapan tentang hakikat sesuatu yang bersifat secarah menyeluruh. Ia menjadi wasilah dalam penetapan bagian-bagian tertentu yang keluar dari pemahaman yang benar.
Berangkat dari sini maka ranah pembahasan tentang ilmu mantik mencakupi dua pembahasan:
Masalah hudud yang dengannya bisa diketahui hakikat dari sesuatu.
Qiyas, yang dengannya berfungsi sebagai wasilah untuk mengetahui hukum sesuatu.
حكم ترك العمل في الطور النهائ للظاهرة
Abu Mansur Al-bagdhadi berkata:” ketaatan menurut kami bermacam-macam, adapun yang paling tinggi adalah sesuatu yang apabila seseorang menatinyan maka disisi Allah dia sebut sebagai orang Mukmin, dan kesudahan baginya adalah jannah jika ia mati diatas itu. Yaitu , mengetahui usul din dalam perkara keadilan dan Tauhid,janji dan ancaman, kenabian dan karomah, dan mengetahui rukun sari’at Islam. Dengan mengenal perkara ini maka seseorang keluar dari ranah kekufuran.
Adapun yang kedua adalah menampakan sesuatu yang kami sebut dengan lisan walau hanya sekali. Maka dengan itu maka ia terjaga dari membayar jizyah dan darahnya terlindungi, ia tidak boleh ditawan. Dan dengannya seseorang boleh dinikahi dan sembelihannya menjadi halal, boleh mewarisi. Dengannya seseorang akan dikuburkan dipekuburan kaum muslimin dan dengannya pula mayatnya boleh dishalatkan.
Ketiga:” Menjalankan semua kewajiban dan menjauhi segala dosa besar, yang dengannya seseorang akan terpelihara dari api neraka dan kesaksiannya diterima.
Kemepat:” menambah dengan amalan nawafil yang dengannya akan menambah karomah dari allah dan kecintaan dari allah.
Kemudian beliau berkata: maksiat terbagi menjadi dua bagian:
Kufrun mahdo seperti keyakinan dihati yang bertentangan dengan bagian pertama dari bagian ketaatan. Ataupun ragu dengan bagian pokok tersebut atau ragu dengan sebagiannya saja. Barangsiapa yang mati atas dasar itu maka ia akan kekal dalam neraka.
Melakukan dosa besar atau meninggalkan kewajiban tanpa adanya uzur maka ia termasuk orang fasiq dan dengan itu kesaksiannya tidak diterima dan wajib baginya mendapatkan had atau dibunuh atau ditahzir akan tetapi statusnya masi mukmin jika pondasi pertama dari ketaatan tadi masi benar.
Adapun ketaatan menurutnya ada tiga tingkatan:
Ma’rifah
Ikrar.
Amal.
Sedangkan maksiat ada dua tingkatan:
Meninggalka ma’rifah.
Meninggalka amal{ Beliau tidak menyebutkan meningglakan ikrar, karena pengikraran dengan lisan itu merupakan tanda yang berfungsi untuk berlakunya hukum didunia.
Jadi hakikat iman menurutnya adalah mengenal usul din dengan hati sedangkan hakikat kekafiran adalah keyakinan yang bertentanngan dengan ma’rifah hati.
Adapun ikrar yaitu mengucapkan kalimat syhadat dan amal adalah mengerjakan semua perintah dan meninggalkan semua larangan. Namun kedua perkara ini bukan merupakan bagian dari iman dan meninggalkan keduanya tidak menyebabkan kekafiran. Maka apabila meninggalkan ikrar maka ia masih disebut sebagai orang mukmin disisi Allah dan ia akan dihisab dengan hal itu. Apabila meninggalkan amal maka ia tetapi disebut sebagai orang mukmin disisi Allah dan ketika didunia.
Pendapat yang ia kemukan ini hampir sama dengan apa yang dilontarkan oleh Jahm dan Basyar.
Taftazhaniy berkata:” pembahasan ini yang panjang adalah mengenai perkara mengucapkan kalimat syahadat dan mencakupi dua pembahasan :
1: Sesungguhnya pengucapan dengan lisan bukan merupakan bagian dari iman.
2: Iman itu hanya sekedar tasdiq sedangkan yang lainnya tidak.
Berkata Sanusy :” adapun orang kafir wajib baginya mengucapkan kalimat syahadat dan ini merupakan syarat diterimanya keimanannya apabila ia mampu. Namun apabila ia tidak sanggup mengucapkannya setelah adanya iman dihati kemudian tiba-tiba ia mati maka kewajiban itu gugur darinya dan dia disebut sebagai orang mukmin. Dan ini adalah pendapat yang paling mashur dikalangan Ahlu sunnah yakni Al-asriyah dan Maaturidiyah.
Pemilik kitab Al-musayaroh berkata mengenai perbedaan dalam perkara iman:
Kelompok yang mengatakan bahwasannya iman itu cukup dengan tasdiq saja, ini adalah pendapat yang dipilih oleh jumhur Al-asriyah dan orang-orang Maturidyah juga sependapat dengan hal ini.
Kelompok yang mengatakan bahwa iman itu mengucapkan dengan lisan saja, ini adalah perkataan orang-orang Karomiyah.
Kelompok yang mengatakan bahwa iman itu adalah keyakinan dihati dan diucapkan dengan lisan, ini adalah pendapat yang dinukil dari Imam Abu Hanifah dan para pengikutnya dan juga orang dari beberapa sahabatnya Al-muhaqiqina dari kalanga Al-asriyah.
Disebutkan bahwa mereka membedakan antara tasdiq dan ikrar. Karena sesungguhnya tasdiq merupakan rukun dan pada dasarnya ia tidak boleh hilang atau gugur. Adapun ikrar ada kemungkinan untuk bisa di tiadakan yaitu ketika adanya ketidak sanggupan untuk mengucapkannya atau dipaksa. Kemudian mereka menyebutkan dua dalil yang mereka jadikan sandaran dalam hal ini. Diantaranya adalah sbb:
1.1 : Sesungguhnya hal ini merupakan kehati-hatian dalam menisbatkannya sebagai syarat yang keluar dari hakikat iman.
2.2 : adanpun nash sar’ie yang menjelaskan hal ini adalah hadist rosulullah yang berbunyi :” aku diperintahkan untuk membunuh manusia sampai dia mengucapkan kalimat syahadat. Maka barngsiapa yang mengucapkan hal demikian maka terjagalah dariku jiwa dan hartanya kecuali hak allah dan hisabya akan dikembalikan kepada allah. {hadist ini dikeluarkan oleh imam bukhari dan imam muslim}.
Kemudian ima assa’roniy mengkompromikan beberapa pendapat ini sebagaiman yang termaktub dalam kitabnya al-yuuwaqit dan kitab al-jawahiru fi bayaani aqoidi al-akabir.
Al-qony berkata tentang penafsiran iman yaitu batasannya:” jumhur As-ariyah dan Maturidiyah dan yang lainnya yaitu cukup dengan tasdiq terhadap perkara yang telah di ketahui dari sar’i. Yaitu dengan membenarkan Nabi Muhammad dari segala perkara yang di ketahui secara maklum bidaruroh. Atau perkara yang sudah mashur dalam islam.
BAB 4
KAITAN ANTARA AMAL BATIN DAN AMALAN ZHAHIR
Kaitan antara iman dihati dan iman anggota badan
1: sesungguhnya kaitan antara iman dihati dan imannya anggota badan merupakan perkara yang sangat urgen sekali. Orang yang tidak memahami perkara ini maka ia akan jatuh dalam pemikiran Murji’ah bahkan sebagian besar kaum Muslimin telah jatuh dalam pemikiran ini. Dimana mereka menyangka bahwa adalah sangat mungkin seseorang memiliki iman yang sempurnah dihatinya tanpa adanya amalan anggota badan secara mutlak.
Inti dari masalah ini sebenarnya adalah kita harus memahami hakikat tingkatan antara bagian-bagian dari iman:
Telah kita ketahui bersama bahwa iman itu itu adalah perkataan dan perbuatan, hal ini mencakupi hati dan anggota badan secara bersamaan, berikut ini adalah perinciannya:
Inilah kedua rukun tersebut yakni perkataan dan perbuatan. Atau empat bagian, perkataan dan amalam hati dan perkataan lisan dan amalan anggota badan.
Adapun dalil yang mengatakan bahwa amal merupakan bagian dari iman sangat banyak sekali. Imam Bukhari menguatkan dalam kita Al-iman tentang hal ini seperti yang terdapat dalam beberapa pembahasannya yang berjudul,’ Bab : Jihad adalah bagian dari iman’ , bab : Shalat taraweh dibulan Ramadhan adalah bagian dari iman, dan bab: shalat adalah bagian dari iman dll.
Adapun menamakan iman dengan amal sungguh beliau telah menguatkan pula dan satu pembahasannya tentang bab: orang yang mengatakan bahwa iman itu adalah amal, ini disandarkan pada firman Allah :” itu adalah surga yang kami wariskan kepada kalian sebagai balasan terhadap apa yang telah kalian kerjakan ketika didunia { Az-zukhruf 76}
Imam Bukhari meriwatkan dengan sanad yang baik dari Abu Hurairah dari Roslulullah bahwasannya beliau ditanya, amalan apakah yang paling utama maka beliau menjawab , iman kepada Allah dan kepada Rosul-Nya. Kemudian beliau ditanya lagi, kemudian apa wahai Rosulullah? Maka beliau menjawab berjihad dijalan Allah kemudian ditanya lagi apa lagi wahai Rolsulullah? Beliu menjawab, haji yang mabrur.
Walid bin Muslim berkata :” saya mendengar Al-auzaie, Malik Bin Anas dan Sai’d Bin Abdul Aziz dimana mereka mengingkari orang yang mengatakan bahwa iman itu adalah perkataan tanpa perbuatan. Kemudian ketiganya berkata: tidak ada iman kecuali dengan amal dan tidak ada amal kecuali dengan iman.
Imam Al-auzai’e berkata:” sejak dari dahulu kala khususnya dari kalangan para salaf dimana mereka tidak membedakan antara iman dan amal. Amal merupakan bagian dari iman dan iman adalah bagian dari amal.
Imam Safei berkata:” sudah menjadi ijma para ulama baik dari kalangan para sahabat, Tabi’en dan orang-orang setelah mereka yang pernah bertemu dengan kami semuanya mengatakan iman itu adalah perkataan dan perbuatan dan niat, ketiga perkara ini tidak boleh dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.
Selanjutnya akan kami sebutkan dua contoh dalamhal ini. Salah satunya adalah bentuk dari amalan jawareh sedangkan yang satunya adalah hati. Akan nampak dari keduanya hakikat hubungan erat diantra keduanya yang tidak boleh dipisahkan dan menggambarkan hakikat tingkatannya.
1: Shalat merupakan amalan jawarih, akan tetapi banyak ayat Al-quran yang menyebutkan bahwa ia merupakan bagian dari Iman. Sebagaiman firman Allah:”كان الله لضيع ايمانكم وما “ sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan shalat kalian{ Al-baqoroh 143}. Maksud dari ayat ini adalah shalat mereka menghadap baitul Maqdis. Shalat merupakan suatu perkara yang besar dan merupakan cabang dari iman. Ia merupaka amalan zahair setelah syahadat. Jika kita memperhatikan dengan seksama maka akan kita dapatkan didalamnya empat perkara penting:
Ia merupakan perkataan hati { yakin dan membenarkan}
Ia merupakan amalan hati{ kepasrahan dan ketundukan}
Ia merupakan amalan lisan{ membaca Al-quran dan zikir}
Ia merupakan amalan anggota badan{ berdiri dan ruku dll}
2: Perasaan malu: ia merupakan amalan hati sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadist Rosul :” perasaan malu itu merupakan bagian dari iman”. Adapun pengaruh dari perasaan malu ini adalah pada lisan dan anggota badan.
Ini adalah yang berkaitan dengan mengerjakan. Adapun yang berkaitan dengan perkara meninggalkan adalah sbb:
1: Meninggalk zinah, dalam hadist Nabi beliau mengatakan bahwa orang yang berzinah itu akan hilang iman dari dirinya{ kamalul iman}. Zina merupakan amalan anggota badan.
2: Meninggalkan hasad, ia merupakan amalan hati. Nabi telah menggambarkan dalam hadistnya tentang hilangnya iman dari orang yang melakukan hasad
KAITAN ANTARA PERKATAAN LISAN DAN PERKATAAN HATI DAN AMALNYA.
Telah kita bahas sebelumnya tentang divinisi iman yang dikemukan oleh orang-orang Murji;ah bahwasanya amal itu bukan merupakan bagian dari iman. Menurut mereka orang yang mengucapkannya kalimat lailahailallah maka itu sudah cukup, namun jika ia menambahnya dengan khabar dilisan tentang apa yang ada dihatinya, seperti perkataan ‘ aku yakin atau aku mengikrarkannya, maka hal ini sudah cukup.
Dengan demikian mereka meyakini bahwa mengucapkan kalimat lailahillah hanya berfungsi sebagai kabar tentang apa yang ada dihati berupa keyakinan. Dengan demikian mereka tidak menetapkan adanya amalan hati selain tasdiq. Kapan saja orang itu mengucapka kalimat lailahailallah maka seseorang sudah termasuk orang mukmin zahir dan batin.
Mereka meyakini bahwa mengucapkan kalimat lailahillah dengan lisan hanya berfungsi untuk mengabarkan apa yang ada dihati.
Sesunggunya ucapan lisan yang hanya berfungsi untuk mengabarkan apa yang ada dihati maka ini sama dengan para pendeta dari kalangan yahudi dan sebagian dari kafir Qurays tatkala mereka memberikan kesaksiaan tentang kerosulan Muhammad, dimana mereka mengatakan dengan lisan mereka bahwa engkau adalah Rosulullah akan tetapi beliau tidak menganggap mereka sebagai orang Muslim.
Ibnu Taimiyah berkata ketika membantah pemikiran orang-orang murji’ah:” sekelompok orang yahudi datang kepada Rosulullah seraya berkata, kami bersaksi bahwa engkau adalah Rosulullah. Akan tetapi hal itu tidak menjadikan mereka muslim, karena mereka berkata seperti itu hanya sekedar mengabarkan bukan dalam rangka membenarkan dan mengimani apa yang Beliau bawah. Kemudian Beliau bertanya, “kenapa kalian tidak mengikut aku? Mereka menjawab’ sesungguhnya kami takut kepada orang yahudi.” Dari kisah ini kita bisa mengambil ibrah bahwa hanya sekedar mengetahui dan memberikan kabar saja tidak cukup hingga mereka mengucapkan kalimat iman berdasarkan keyakinan yang benar dan ketundukan yang menyeluruh.
Kaum muslimin telah sepakat bahwa orang yang mengaku muslim tapi tidak mau atau enggan mengucapkan dua kalimat sahadat maka dia orang kafir. Dan barangsiapa yang membenarkan dengan hatinya akan tetapi tidak diucapkan dengan lisannya maka tidak berlaku atasnya hukum islam{ tidak dihukumi sebagai orang muslim} tidak didunia dan tidak juga akhirat dan ia tidak bermasuk dari firman Allah :” wahai orang-orang yang beriman.
Ibnu Taimiyah berkata :” adapun kalimat syahadat jika seseorang tidak mau mengucapkannya sedangkan ia mampu untuk melakukannnya maka ia kafir berdasarkan kesepakatan kaum muslimin. Dia kafir secara batin dan juga secara zahir. Ini adalah pendapat ulama salaf dan para imam mereka dan juga jumhur ulama-ulama mereka.
Adapun perkataan hati adalah sesuatu yang berkaitan dengan Tauhid al-khabar Al-I’tiqodi.
Amalan hati adalah sesuatu yang berkaitan dengan Tauhid tolab dan Irodah
Maka beriman kepada Allah, Malaikatnya, Kitab-kitabnya, Rosulnya, Hari Akhir, beriman kepada Qodar dan Kadar yang mencakupi Asma dan Sifat-Sifat Allah, dan membenarkan para Rosul dan semua apa yang beliau kabarkan tentang Robbnya, Alam Barzah dan semua perkara yang gaib, maka mengirarkan ini baik secara umum ataupun secara terperinci, ini merupakan perkataan hati {Qoulu Qolbi}
PENTINGNYA AMALAN HATI
Hati adalah pangkal atau pokok dari keimanan. Imannya hati merupakan bagian yang terpenting jika dibandingkan dengan imannya anggota tubuh yang lain.
Banyak firman Allah yangmembicarakan hal ini diantaran adalah sbb:’ mereka itulah orang-orang yang dalam hatinya telah ditanamkan oleh Allah keimanan dan Allah telah menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dariNya {Al-mujadila ayat 22}
:” Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan{ Al-hujrot7}
Allah berfirman :” Maka tatakala iman telah masuk kedalam hati mereka{Al-hujrot 7}
“Allah berbuat demikian untuk apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu dan Allah maha mengetahui segala isi hati{Al-imran 154}
Adapun dari hadist adalah sbb:’ takwa itu ada disini, sambil menunujuk kedadanya sebanyak tiga kali5. Sedangkan dalam hadist yang lain beliau bersabda:’ sesungguhnya dalam jasad itu ada segumpal daging, jika ia baik maka seluruh jasad akan baik pula, apabila ia rusak maka seluruh tubuh itu akan rusak pula yaitu hati.”
Dalil-dalil ini menunjukan bahwasannya hati itu merupakan pokok. Keimanan hati merupakan iman yang dasar dan diatas pondasi inilah berdirinya amalan zohir
Bahka seorang Mukmin yang berjihad jika ia niatkan hanya untuk dunia atau karena riyah maka batallah amalannya dan bergantilah pahalanya dengan azab yang pedih. Hal ini menunjukan akan pentingnya amalan hati.
MENETAPKAN AMALAN HATI
Banyak ayat dalam Al-qur’an yang menjelaskan tentang amalan hati dan pentingnya amalan hati dalam perkara iman, baik yang berkaitan dengan perkara yang bersifat usul, wajib, ataupun kesempurnaannya.
Beberapa amalan yang disandarkan kepada amalan hati:
Takut { Al-anfal ayat 2}
Melapangkan dada{ Al-hajj ayat 54}
Selamat dari syirik baik yang tipis/samar maupun yang besar.
Pertolongan {Qof 33}
Ketenangan {Al-baqoroh 260}
Ketakwaan { Al-hajj 32}
Dilapangkan dadanya menerima islam {Al-anam 125}
As-sakinah. {Al-fath 4}
Kelembutan{ Az-zummar 22}
Khusuh {Al-hadid 12}
Kesucian {Al-ahzab 53}
Hidayah {At-taghabun 11}
Berakal {Al-hajj 46}
Tadabur {Muhammad 24}
Iman {Al-maidah 41}
Ridha dan tunduk {Al-hasyr 10}
Selamat dari perasaan dendam kepada kaum muslimin {An-nissa 65}}
Adapun perkara atau sifat yang keluar dari hati yang bukan merupakan hatinya orang mukmin{orang kafir} adalah sbb:
Ingkar{Al-hajj ayat 46}
Sombong {Muhammad ayat 24}
Berpaling { Al-anbiyah 2-3}
Condong kepada kekafiran{Al-imran ayat 8}
Buta mata hatinya{Al-hajj ayat 46]
Tidak berakal.
Memiliki penyakit dihati.
Pendendam.{Al-mu’minun ayat 63}
Keras hati{Al-baqoroh ayat 74}
Memusuhi kebenaran dan orang yang membawa kebenaran tersebut{ Al-imran ayat 118}
Contoh Amalan Hati
Sebelumya kita akan menjelaskan ringkasan tentang perbedaan beberapa kelompok islam dalam hal ini.
1: Mutakalimun ; mereka adalah orang yang tidak memperhatikan amalan hati secara umum dimana mereka menjadikan iman sebagai ketetapan akal saja. Mereka tidak menetapkan amalan hati selain tasdiq atau membenarkan khabar. Asal atau pokok dari pemikiran ini diusung oleh Jahm bin Sofwan
2: Aliran Sufi: adapun kesesatan orang-orang sufi adalah dalam perkara amalan hati dari jenis yang lain. Diantara kesesatan mereka adalah dalam perkara ridha dan dari segalah bentuk ketundukan dan qobul { penerimaan}. Dimana mereka ridha secara mutlak pada setiap perkara yang terjadi. Karena itu merupakan takdir dari Allah. Sampai orang yang meyakini wajibnya ridha dalam kekufuran dan kefasikan dan maksiat sekalipun. Dari sini mereka telah jatuh dalam pemikiran jabariyah.
Murji’ah Fuqoha: mereka adalah orang-orang yang menetapkan amalan hati dalam zatnya akan tetapi mereka tidak mengingkarinya akan pentingnya amalan hati. Akan tetapi mereka menjadikannya sebagai sesuatu yang lain dari iman sebagaimana yang mereka mengeluarkan amalan jawareh dari iman. Jika mereka ditanya tentang kaitannya dengan iman maka mereka akan berkata, ia adalah buah dari iman.
Kelompok yang tidak ada kaitanya dengan keempat firqah tadi.Yaitu beberapa kelompok sesat lain yang memiliki pemikiran yang menyimpang dari manhaj Ahlu Sunnah.
Pengaruh Dari Amalan Anggota Badan Terhadap Amalan Hati
1.a: Pengaruh maksiat terhadap hati:
A: mencegah masuknya ilmu. Ilmu adalah cahaya yang Allah tanamkan dalam hati sedangkan maksiat akan menutupinya.
B: Allah berlepas diri dari hambanya yang bermaksiat{ jauh dari rahmat Allah}
C: Gelapnya hati bagi pelaku maksiat.
D: Lemahnya hati.
E: Pendeknya umur dan hilangnya barokah.
F: Seorang hamba setiap kali ia melakukan maksiat maka akan menyebabkan matinya hati.
G: Menjadi hina.
Abdullah Al-mubarok berkata;’ saya melihat dosa akan mematikan hati, sungguh ia akan mewariskan kehinaan dalam diri. Adapun meninggalkan maksiat akan menghidupkan hati dan akan mendatangkan kebaikan dan jauh dari kedurhakaan.
H: Hilangnya rasa malu. Dll
2.b: Pengaruh dari amalan ketaatan dan pengaruh amalan anggota badan terhadap amalan hati:
Ibnu Qoyim juga membagi dalam kitabnya {Jawabul Kafi}tentang pengaruh amalan anggota badan terhadap amalan hati.
A: Terhalangnya panah beracun setan untuk masuk kedalam diri seorang hamba[hati terjaga dari gangguan setan}
B: Akan memberikan cahaya dalam hati.
C: Kuatnya hati dari gangguan yang merusak hati tersebut.
D: Akan didapati hati itu istoqomah, mewariskan sifat berani dan kuat.
E: Terhalangnya setan untuk masuk kedalam hati.
BAB 5
IMAN DAN TINGGKATANNYA, DAN MENINGGAL SATU AMALAN SAJA MENYEBABKAN KUFUR
Sebelum kita masuk kepada pembahasan tentang hakikat iman yang bertingkat-tingkat, maka terlebih dahulu kita akan membhas beberapa perkara yang berkatai dengan hal ini. Sudah menjadi kesepakatan ulama Ahlu Sunnah bahwa ada amalan tertentu dalam islam yang apabila ditinggalkan oleh seseorang maka ia di fonis kafir.{ Disini penulis tidak menyebutkan tentang contohnya secara gamblang}
Akan tetapi sebelum kita menjatuhkan fonis kepada seseorang maka ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan diantaranya adalah sbb:
1a: menghukumi seseorang harus terpenuhinya syarat-syarat dan hilang mawani’ { penghalang}. Ini merupakan majhab ahlu sunnah wal jama’ah. Mereka adalah seadil-adilnya manusia dan orang yang paling sayang kepada manusia.{ disini penulis tidak menyebutkan syarat-syarat ini}
Ada perkara-perkara khusus yang tidak membatalkan usul yang kuliyah dan kaidah-kaidah yang bersifat qot’ie dalam islam.
1.1: Beberapa syubhat mereka:
1. Keyakinan mereka bahwa kekafiran hanya disebabkan apabila adanya takzib saja.
2. Adanya ketidakpahaman mereka terhadap hubungan antara amalan zahir dan amalan batin.
3. Mereka mensyaratkan adanya kufur hati sebagai syarat kafirnya anggota badan.
4. Kesalahan merekan dalam memahami kata juhud { menentang/mengingkari} yang terdapat dalam al-qur’an.
5. Syubhat yang mereka lontarkan dari nash-nash sar’y.
A : Hakikat Iman Bertingkat-tingkat:
Telah kita bahas sebelumnya bahwa iman itu adalah perkataan dan perbuatan dan hal ini sudah disepakati oleh semua para Salaf dari kalangan Ahlu Sunnah. Bahkan hal ini bersifat muttawatir berdasarkan nash-nash Sari’e. Tidak ada orang yang menyelisihinya kecuali Ahlu Bid’ah.
Telah dibahas sebelumnya juga bahwa kedua sayarat atau rukun ini{ perkataan dan perbuatan} hakikatnya adalah satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan antara satu dengan yang lainnya yang terkumpul didalamnya berbagai macam perkara sebagaiman hakikat manusia yang terdiri dari jasad dan ruh.
Adapun pokok dari perselisihan yang terjadi antara Ahlu sunnah dan orang-orang Murji’ah adalah dalam perkara amal. Orang Murji’ah mengatakan bahwa iman tidak memiliki tingkatan bahkan ia merupakan satu kesatuan. Mereka mengatakan bahwa iman adalah satu kesatuan yaitu berupa keyakinan hati saja tanpa disertai dengan amalan hati dan amalan anggota badan. Menurut mereka orang yang tidak beramal sekalipun seperti mengucapkan kalimat sahadat maka ia adalah orang Mukmin. Bahkan orang yang tidak mengucapkan kalimat sahada sekalipun juga termasuk orang Mukmin.
Sesunggunya kaitan antara amal dan iman terbatas pada empat perkataan.
1: Semuanya terkumpul secara bersamaan dalam diri seorang hamba: hal ini disepakati oleh semua orang mukmin.
2: Hilang semuanya{ secara keseluruhan}. Tidak ada sama sekali, ini adalah sama dengan apa yang ada pada orang kafir.
3: Menetapkan amalan anggota badan akan tetapi tidak disertai dengan keimanan dihati, hal ini sebagaimana halnya orang munafik.
4: Menetapkan iman dihati akan tetapi tidak disertai dengan amalan anggota badan. Ini adalah perkara yang menimpa orang-orang yang menyelisihi.
Pembagian Manusia Pada Jaman Nabi Adalah Sbb:
1a: Orang yang beramal dengan anggota badannya dan beriman dengan hatinya, mereka adalah orang mukmin.
2b: Orang yang beramal dengan anggota badanya akan tetapi kafir dihatinya, mereka adalah orang-orang munafiq.
3c: Orang yang kafir diamalan zahir dan batinnya, mereka adalah orang kafir.
SEBAGAIN NASH SAR’IE YANG MENJELASKAN TENTANG HUKUM MENINGGALKAN AMAL.
Amal soleh akan mengantarkan seseorang menjadi selamat didunia dan akhirat. Dialah yang akan menyelamatkan seseorang baik ketika ia didunia maupun di akhirat kelak. Akan terjaga dari pedangnya orang yang beriman.
1: “ Tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar mereka beribadah kepada ilah yang satu dan mengikhlaskan agama kepadanya, mengerjakan shalat dan mengeluarkan zakat. Dan itu adalah agama yang benar {Al-bayinnah ayat 5} ayat inilah yang dijadikan hujjah oleh beberapa ulama salaf seperti Ato, bin Abi Robah kemudian Safe’ie, Al-humaidy dan Imam Ahmad.
2: bukanlah kebaikan itu kamu menghadapkan wajahmu ketimur dan kebarat akan tetapi kebaikan itu adalah baarangsiapa yang beriman kepada allah dan hari akhir, malaikat-malaikatnya, kepada kitab-kitabnya dan juga beriman kepada para nabi.{Al-baqaroh 177}
“jika telah habis bulan-bulan harom itu maka perangilah orang-orang musrik itu dimana saja kalian jumpai mereka...............jika mereka menegakan shalat dan menunaikan zakat maka biarkanlah mereka.{ At-taubah 5}
Dalam ayat ini Allah menjadikan shalat dan membayar zakat disertai iman kepada Allah dan meninggalkan syirik sebagai syarat agar mereka tidak diperangi.
1.1: Bantahan terhadap orang Murjia’ah yang mengatakan bahwa kekafiran itu hanya disebabkan penghalalan atau menentang sesuatu yang wajib. Padahal Ahlu Sunnah sepakat bahwa kekafiran itu bisa disebabkan oleh bebrapa perkara berikut ini:
1: Keyakinan dihati, seperti orang yang meyakini bahwa Allah mempunyai sekutu atau tandingan atau yang semisal dengannya.
2: Bisa disebabkan oleh amalan zahir seperti membunuh para nabi, menghancurkan Masjid, dan membakar Mushaf, menyembeli untuk selain Allah atau sujud kepada berhala.
3: Kekafiran itu bisa disebabkan oleh Lisan, seperti orang yang mencelah Allah dan Rosulnya dan memuji berhala atau mencela dien.
2.2: Sesungguhnya istihlal itu [penghalalan} kafir secara ……sama saja apakah ia mengerjakan sesuatu yang telah ia halalkan ataupun tidak. Ibnu taimiyah berkata mengenai hal ini:’’ sesungguhnya orang yang meyakini halalnya mencela rosul maka ia kafir, sama saja apakah disertai dengan mencela atau atau tidak disertai dengan celaan.
3.3: sesungguhnya kekafiran itu merupakan maksiat yang paling besar.” Adapun penghalalan itu adalah mengangkat derajat maksiat yang tidak menyebabkan kafir menjadi tingkatan yang menyebabkan kafir.
4.4: tidak boleh seseorang mengtakan :” hendaknya seseorang yang menghalalkan itu orang yang mendustakan dien’’
Pada hakikatnya istihlal itu bisa disebabkan oleh keyakinan, perkataan dan perbuatan. Mungkin istihlalnya hati sudah sangat jelas akan te tapi yang perlu kita ketahui adalah yang berkaitan dengan perkataan, seperti orang yang mengatakan bahwa zina, dan meminum khamr itu halal. Hal ini sebagaimana kisah tentang qudamah bin ma’zum dan orang yang bersamanya dalam perkara meminum kahmr dan kisah tentang seseorang yang menikahi istiri bapaknya maka nabi menyuruh untuk membunuhnya dan mengambil seperlima dari hartanya. Nabi tidak menyruh untuk menanyakan apakah dia menghalalkannya.
5.5: sesungguhnya membatasi kekafiran itu hanya sekedar penghalalan saja akan membuka peluang sehingga seseorang yang melakukan kekafiran sekalipun tidak akan menjadi kafir hingga ia menghalalkannya. Bahkan orang yang mencelah allah dan rosulnya sekalipun. Atau orang yang beribadah kepada berhala tidak akan kafir hingga ia menghalalkan ibadah kepada berhala tersebut.
6.6: contoh dari kekafiran yang disebabkan oleh perbuatan adalah sihir. Allah menyebut kafir pelakunya {al-baqaroh ayat 102}
7.7: contoh kufur yang disebabkan oleh perkataan adalah mengucapkan kata kufur tanpa dipaksa{ an-nahl ayat 106-107}
SUBHAT-SUBHAT NAQLIYAH DAN IJTIHADIYAH
Orang-orang Murji’ah baik dari para pendahulu mereka maupun ulama kontemporer mereka berkeyakinan bahwasannya amal bukan merupakan bagian dari iman. Jika ditinggalkan secara menyeluruh sekalipun tidak akan menghilangkan iman secara menyeluruh. Hujjah yang mereka ketengahkan ini bersandarkan pada subhat Naqli dan Subhat ijtihadiy[ Istinbat}
Akan tetapi dasar atau pokok subhat orang Murjiah dalam subhat Naqli adalah kebodohan dan salah beristidlal terhadap nash-nash Sari’e.hal ini mencakup dari dua segi:
1: Dari Segi Penetapan Dalil.
A: Hadist yang diriwayatkan dari Abi Said Al-khudri ia berkata:” saya mendengar Rosulullah bersabda:” barangsiapa yang mengatakan bahwa iman itu bertambah dan berkurang, maka bertambahnya akan menjadi munafiq dan berkurangnya akan menjadi kafir, maka ia diminta untuk bertobat kalau tidak maka aku akan memukul leher mereka dengan pedang.Mereka adalah musuhnya Ar-rahman yang memecah belah agama Allah, menghalalkan kekafiran. Mereka menipuh Allah. Allah membersihkan mereka dari bumi. Ketahuilah tidak ada shalat bagi mereka dan tidak ada shaum bagi mereka. Ketahuilah, tidak ada zakat bagi mereka dan tidak haji bagi mereka. Tidak ada kebaikan bagi mereka. Mereka berlepas diri dari Rosulullah dan Rosulullah berlepas diri dari mereka.
Hadist inilahh yang dijadikan hujjah oleh seorang ulama dari kalangan Murjiah dan juga Ahlu Ro’yi. Dia bernama Muhammad Bin Qasim At-thayakhany. Ibnu Hiban berkata tentang Qasim, dia datang dengan khabar yang belum pernah didengar oleh umat dan hadist ini tidak soheh dan tidak bisa dijadikan dalil.
2: Hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah: “sesungguhnya utusan Bani Tsaqif datang kepada Rosulullah kemudian mereka bertanya tentang iman apakah ia bertambah dan berkurang? Maka beliau menjawab, ‘ tidak. Bertambanya adalah kafir dan berkurangnya adalah syrik.
Hadist ini dijadikan hujjah oleh seorang tokoh Murjiah dalam perkara ini{Hakam bin Abdullah Abu muti’ Al-balakhy} sehingga mereka mengatakan bahwa iman tidak bertambah dan tidak berkurang. Ibnu Hiban berkata tentang orang ini, dia adalah seorang pentolan Murji’ah.
Hadist yang diriwayatkan dari Ibnu Abas dari Rosulullah ia berkata :” iman itu adalah perkataan, dan mengamalkan sariat. Tidak bertambah dan tidak berkurang. Perkataan ini dijadikan sandaran oleh satu tokoh Murji;ah yang bernama Ahmad Bin Abdullah yang lebih dikenal dengn Al-juwaibarye. Ibnu Hiban berkata tentang Al-juwabairye, dia adalah salah satu dajal diantara sekian dajal dan juga seorang pendusta.
2: Dari Segi Pemahaman Dan Pengambilah Istinbat Hokum Terhadap Nash-Nash Sari’e.
Hal ini didasarkan pada rusaknya tujuan mereka dan rusaknya pola pikir mereka. Dan juga Mengikut hawa nafsuh. Ini adalah sifat yang tidak pernah kosong dari para pelaku bid’ah. Berikut ini adalah dalil yang dijadikan sandaran oleh orang-orang Murjiah sehingga mereka menyimpulkan bahwa meninggalkan amal tidak akan menghilangkan iman secara mutlaq. Maka Ahlu Sunnah menjawab tentan hal ini
1} hadist dari budak wanita Muawiyah bin Hakam Asalamy. Ia berkata:” sesungguhnya aku memiliki seorang budak wanita yang sering menggemabalakan kambingku disekitar gunung uhud.Pada suatu hari seekor serigalah telah memakan kambing tersebut. Dan aku adalah seorang laki-laki yang merasa ikut sedih atas kejadian tersebut. Akan tetapi aku menampar wajahnya dengan sekali tamparan. Kemudian aku maendatangi Rosulullah maka Rosululah menasehatiku. Aku berkata, “ wahai Rosulullah tidak aku bebaskan saja? Beliau berkata , datangkan budak tersebut kepadaku, kemudian aku membawa budak tersebut dihadapan Rosulullah. Kemudian Rosulullah bertanya ke padanya: dimanakah Allah? Ia menjawab, dilangit. Rosulullah bertanya lagi, siapakah aku? Ia menjawab, engkau adalah Rosulullah. Kemudian Rosulullah berkata, bebaskanlah ia karena sesungguhnay ia adalah Mukmin.
Adapun pengambilan istinbat hukum yang di jadikan hujjah oleh orang murji’ah dalam hal ini bahwa Rosulullah menyakisikan bahwa budak wanita tersebut adalah seorang mukmin tanpa mensyaratkan adanya amal. Dan iman itu ditetapkan hanya cukup dengan pengakuan saja{ ikrar dilisan }. Yaitu perkataan saja tanpa disertai dengan perkataan dan p erbuatan.
Maka kita jawab:” adapun sumber dan peletakan hadist ini adalah untuk menjelaskan hukum di dunia saja dengan iman dan bukan menjelaskan tentang hakikat iman sari’e. Yang paling gamblang dalam hal ini adalah firman allah “ hanyasannya orang mukmin itu adalah orang yang beariman kepada allah dan rosulnya kemudia mereka tidak ragu-ragu dan berjihad di jalan allah dengan harta dan jiwa mereka di jalan allah. Mereka itulah orang-orang yang jujur.
Ada perbedaan yang sangat signifikan diantara hadist Rosulullah tentang seseorang yang dikatakan oleh Rosulullah bahwasannya ia adalah mukmin dengan makna bahwasannya ia masuk kedalam kategori di hukumi sebagai orang mukmin dari zahirnya, seperti pernikahan, mewaris dan halalnya sembelihannya dan dishalatkan atasnya jenazahnya dan yang semisalnya dengan diantara perkataan tentang seseorang bahwasannya dia adalah seorang mukmin dalam perkara sahadat baginya dengan nama iman dan dengan sempurnahnya sifat-sifat mukmin. Maka dari sini rosulullah membantah perkataan saad bin aby waqosh ketika ia berkata kepada rosulullah ,” wahai rosulullah apakah yang engkau miliki tentang si fulan? Demi allah sesungguhnya aku melihatnya sebagai orang mukmin. Maka nabi berkata, atau muslim. Beliau mengulanginya selam tiga kali.
Telah diketahui secara umum bahwasannya budak wanita ini sebelumnya ia tidak memiliki kebaikan dan tidak juga termasuk dari bagian para sahabat yang telah disaksikan kemimannya. Bahkan hadist ini menunjukan bahwasannya ia adalah seorang muslim tidak lebih dari itu. Dan ini adalah hukum zohir yang cocok untuk di lekatkan keapada orang yang menampakan kemimanan.
KONFLIK INTERNAL PASCA PEMBAI’ATAN ALI
Oleh: Ahmad Djibriel Bin Ahmad Gadir
{Abu Zahroo Sahara Nainawa}
Ali dibai’at sebagai khalifah oleh para sahabat sehari setelah pembunuhan Ustman. Pengangkatan Ali sebagai khalifah adalah awal fase baru dari puncaknya fitnah yang sudah tumbuh sejak masa kepemimpinan Ustman hingga Beliau wafat. Beliau dibaiat ditengah semaraknya konflik internal dikalangan para sahabat.
Telah kita ketahui bersama bahwa fitnah-fitnah yang terjadi pada jaman kekhalifahan Ali merupakan buah dari permasalahan yang telah tumbuh pada jaman Ustman. Bisa dikatakan bahwa pada jaman imam Ali inilah terjadi panen fitnah yang telah lama ditanam oleh orang-orang Munafiq di negri suci Madinah. Ali tidak mersakan ketenangan kecuali disana ada benih-benih permusuhan yang dipicu oleh orang yang tidak senang dengan kemajuan islam.
Ibnu sa’ad berkata “ Ali dibaiat sebagai khalifah sehari setelah peristiwa pembunuhan Ustman ra. di kota Madinah. Semua para sahabat membai’tnya sebagai khalifah ketiga dalam islam. Disebutkan bahwa Talha dan Zubair membaiat Beliau dengan sangat terpaksa dan bukan dengan suka rela.
Talha dan Zubair dan juga beberap orang lainnya dari kalangan sahabat menginginkan untuk mengusut pelaku pembunuhan usmant terlebi dahulu baru kemudian membaiat khalifah Ali. Namun hal ini berbeda dengan realita yang ada dimana orang-orang telah memabiat ali sebagai khalifah.
Sejarah membuktikan bahwa setelah pembaitan Ali sebagai khalifa, Talha dan Zubai berangkat menuju makkah yang juga diikuti oleh Aiysah. Mereka pergi ke Basrah untuk menuntut mati pembunuh usmant. Kabar ini sampai ketelinga Ali, dia kemudian pergi menuju Irak dan berhasil menemui Talha, Zubair dan Aisyah serta orang-orang yang menyertai mereka ke makkah. Terjadilah perang antara kubu ali dan kubu aisya yang dimenangkan oleh kubu Ali.
Kemengan yang berada ditangan Ali bisa disebabkan oleh jumlah personil yang tidak seimbang. Ali memiliki banyak pasukan reguler yang selalu setia kepada kebijakan Ali sebagai khalifah pada masa itu. Adapun dikubu Aisyah jumlah personil tidak terlalu banyak jika disbanding dengan pasukan Ali. Peristiwa ini dalam sejarah lebih dikenal dengan perang jamal.disbut perang jamal karena aisyah pada saat peperangan itu mengendarai unta. Ini terjadi pada tahun 36 h. perang ini akan diikuti peperangan selanjutnya, inilah fitnah yang datang secara beruntun pada jaman kekhalifan Ali ra. Pada peperangan ini Talha dan Zubair dan juga beberapa para sahabat lainnya terbunuh. Kira-kira jumlah pasukan yang terbunuh pada saat itu berjumlah tiga belas ribu. Berikut ini adalah gambaran masing-masing kronologi kedua peperangan tersebut.
Perang Jamal atau Perang Unta
Perang jamal terjadi pada tanggal 11 Jumadil akhir tepatnya pada tahun 36 H atau Desember 657 M. Kemenangan berpihak kepada Khalifah Ali. Peperangan tersebut berlaku Ali menggantikan semua pegawai kerajaan yang merupakan keluarga Uthman bin Affan iaitu Bani Umaiyyah kepada mereka yang stiqah dan adil. Ali yang dikenal dengan keadilannya juga mencabut undang-undang yang diskriminatif dan memutuskan untuk membatalkan segala konsesi yang sebelumnya diberikan kepada orang-orang Muhajirin dan menyamaratakan hak umat atas kekayaan baitul mal. Disamping itu, pihak keluarga Bani Umaiyyah menggunakan alasan kemangkatan Khalifah Uthman sebagai alasan untuk menentang pemerintahan Ali.
Hal tersebut mendapat tantangan dari orang yang selama bertahun-tahun menikmati keistimewaan yang dibuat oleh khalifah sebelumnya. Ketidakpuasan itu kian meningkat sampai akhirnya mendorong sekelompok orang untuk menyusun kekuatan untuk melawan Beliau. Thalhah, Zubair dan Aisyah berhasil mengumpulkan pasukan yang cukup besar di Basrah untuk bertempur melawan khalifah Ali bin Abi Thalib.
Mendengar adanya pemberontakan itu, Ali turut mengerahkan pasukannya. Kedua pasukan saling berhadapan. Ali terus berusaha membujuk Thalhah dan Zubair agar mengurungkan rencana berperang. Beliau mengingatkan keduanya akan hari-hari manis saat bersama Rasulullah S.A.W dan berperang melawan pasukan kafir.
Perang pun tak dapat dihindarkan. Ribuan nyawa melayang sia-sia, hanya kerana ketidakpuasan hati sebahagian orang terhadap keadilan yang ditegakkan oleh Ali. Pasukan Ali berhasil mengalahkan pasukan yang dikepalai Aisyah, yang ketika itu menunggang unta. Perang Jamal atau Perang Unta berakhir setelah unta yang dinaiki oleh Aisyah tertusuk tombak dan jatuh terkapar.
Sebagai khalifah yang bijak, Ali memaafkan Mereka yang sebelum ini menghunus pedang untuk memeranginya. Aisyah juga dikirim kembali ke Madinah dengan dikawal oleh sepasukan wanita bersenjata lengkap. Fitnah pertama yang terjadi pada masa kekhalifahan Ali berjaya dipadamkan. Namun masih ada kelompok-kelompok lain yang menghunus pedang melawan Ali.
Perang Siffin (Mei-Julai 657)
Pertempuran ini terjadi antara Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ali bin Abi Talib di tebing Sungai Efurat yang kini terletak di Syria (Syam). Muawiyah adalah seorang gubernur Syria. Ia menginginginkan agar pembunuh usman segera diadili. Dia menganggap Ali tidak bersungguh-sungguh menghukum pembunuh Ustman lalu ia memberontak kepada Ali. Akibatnya terjadilah pertempuran di Siffin.
Awal Mula Pertikaian
Setelah mengalahkan Aisyah dalam Perang Jamal, Ali kembali ke Kuffah pada bulan Januari 657. Beliau mengambil keputusan untuk memindahkan Ibu kota negara dari Madinah ke Kuffah kerana kedudukannya yang lebih strategis.
Untuk menyelesaikan permasalahan secara aman, Ali menghantar utusan kepada Muawiyah di Syria meminta Beliau berbai`ah kepada dirinya. Muawiyah menolak, sebaliknya ia mengulangi tuntutannya agar Ali mengambil tindakan tegas atas pembunuh Ustman. Jika tidak, Muawiyah sendiri yang akan mengambil tindakan.
Mendengar jawaban yang demikian, Ali menyiapkan pasukannya dan mulai bergerak ke arah Syria. Beliau pada mulanya merancang untuk menyerang Syria dari arah utara tetapi Beliau merubah arah pasukan melalui padang pasir Mesopotamia.
Akhirnya setelah menyeberangi sungai, tentara Ali terus menyusuri sepanjang tebing Sungai Efurat sehingga Mereka bertemu dengan kubu kecil tentara Syria di Sur Al-Rum di mana berlaku pertempuran kecil. Pertempuran ini tidak melengahkan laju tentara Ali yang akhirnya bertemu dengan tentara Muawiyah di satu tempat yang bernama Siffin
Pertempuran Utama
Ali membuat tuntutan terakhir kepada tentara Muawiyah supaya menyerah dan memabiat Beliau sebagai khalifah tetapi Mereka menolak. Akibatnya pada 8 Safar 36 H (26 Juli 657), Ali mengarahkan pasukannya menuju Siffin. Perang berlangsung sepanjang hari hingga malam. Pada saat pristiwa ini Ali sudah berumur 58 tahun . Ali memimpin pasukannya yang terdiri dari pasukan dari Madinah di bagian tengah dan pasukan dari Basrah dan Kuffah di bagian kiri dan kanan. Muawiyah melihat pertempuran dengan dikelilingi oleh pengawal peribadinya. Amru Al-Ash memimpin pasukan berkuda menyerang pasukan Kuffah dengan jaya dan hampir-hampir membunuh Ali. Tetapi keberanian Ali menaikkan semangat tentaranya dan serangan pasukan muawiyah dapat dihalang.
Namun ditengah kecamuk perang tiba-tiba Amru Al-Ash mengangkat al-quran untuk memberikan isyarat agar melakukan perundingan. Muawiyah menerima tawaran ini dan mengarahkan orang-orangnya meletakkan 500 buah Quran di hujung tombak dan menjerit, "Undang-undang Allah”Ini akan memutuskan di antara kita!" Dengan ini ia bermaksud kedua pihak untuk berhenti bertempur dan menyelesaikan pertikaian dengan perundingan, aman di bawah tatatertib Islam. Muawiyah dan Amr tidak berfikir Ali akan menerima tawaran ini tetapi mereka yakin ada di kalangan penyokong Ali yang akan menerima tawaran perundingan ini dan ini akan menyebabkan berlaku ketidak puasan hati di kalangan pasukan Ali.
Ali mengutus abu musa Al-asariy sebagai juru runding, sedangkan Muawiyah mengutus Amr bin Al-ash sebagai juru runding dari pihaknya. Mereka menulis surat kesepakatan agar mereka bisa ketemu di Adzruah[satu desa di Syam} dipenghujung tahun sehingga mereka bisa melihat dengan jelas bagaimana masalahnya
Sedangkan dalam tarik imam as-suyuti disebutkan bahwa Setelah peristiwa perang jamal yang terjadi pada tahun 36 h, muncul peristiwa baru yaitu perang siffin yang terjadi antara kubu Ali sebaga khalifa dan kubu Muawiyah sebagai gubernur di Syam yang diangkat sejak massa Rosulullah.Setelah berita itu sampai kepada Ali maka Beliau pun mempersiapkan pasukannya dan meluncur dalam rangka menyambut pasukanya dari Syam yang dipimpin langsung oleh Muawiyah sendiri.
Kedua pasukan ini bertemu di Siffin tepatnya pada bulan safar tahun 37 H. Perang antara keduanya berlangsung beberapa hari, Kemudian orang-orang yang datang dari Syam mengangkat Al-quran dan Mereka mengajak semua pihak yang terlibat dalam perang tersebut untuk berhukum dengan apa yang ada di dalam Al-qur’an. Ini adalah inisiatif yang dilakukan oleh Amruh Bin Al-ash. Orang-orang yang sedang bertempur akhirnya segan untuk melanjutkan perang dan mereka menyerukan untuk segera melakukan perdamaian dan perundingan untuk meyelesaikan masalah ini.
Ali mengutus abu musa Al-asariy sebagai juru runding, sedangkan Muawiyah mengutus Amr bin Al-ash sebagai juru runding dari pihaknya. Mereka menulis surat kesepakatan agar mereka bisa ketemu di Adzruah[satu desa di Syam} dipenghujung tahun sehingga mereka bisa melihat dengan jelas bagaimana masalahnya.
Kedua pasukan ini kemudian berpencar. Muawiyah sendiri kembali ke Syam sedangkan Ali dan pasukannya kembali ke Kuffah. Namun kaum Khawarij pengkut Ali menyatakan memisahkan diri dari Ali dan mereka menyatakan bahwa mereka tidak setuju untuk bertahkim kecuali dengan hukum Allah. Mereka membuat basis pasukan di Harura. Dari sinilah mereka disebut dengan kaum Haruriyah. Kemudia Ali mengutus Ibnu Abbas untuk menemui mereka. Dalam adu argumerttasi tentang proses tahkim, Ibnu Abbas mampu mangalahkan mereka sehingga banyak diantara mereka yang kembali bergabung dengan pasukan Ali, namun sebagian juga ada yang tetap ditempat itu lalu mereka berangkat menuju Nahrawan. Ali mengejar mereka ke Nahrawan dan mampu membunuh mereka disana. Diantara yang terbunuh adalah Dzu ars-tsadyag. Peristiwa ini terjadi pada tahun 38 H.
Pada bulan sya’ban ditahun ini dengan kesepaktan kedua utusan bertemu di adzryh. Hadir dalam pertemuan ini Sa’ad bin Abi Waqqash dan juga Abdullah bin Umar serta yang lainnya dari kalangan sahabat.Amruh bin Al-ash meminta meminta abu musa untuk melakukan pidato pertama kali sebagai muslihat darinya. Dia berbicara dengan menyatakan memecat Ali. Lalu Amruh bin Al-ash maju dan menetapkan Muawiyah sebagai khalifah lalu membaiatnya. Kemudian yang hadir berpencar dengan keputusan ini. Kini Ali menghadapi konflik dikalangan para sahabanya sendiri. Hingga dia mengigit jari-jemarinya.Dia telah melakukan tindakan kecerobohan dan dia telah taat kepada mu’awiyah.
Kemudian orang-orang khawari mengambil tiga orang sebagai wakil mereka. Ketiga orang tersebut adalah: Abdurrahman Bin Muljam Al-muradi, Al-burrak bin Abdullah At-tamimi serta Amr Bin Bakir At-tamimi. Mereka bertiga berkumpul di Mekkah dan sepakat untuk membunuh tiga orang. Mereka adalah : Ali Bin Abi Talib, mUawiyah bin Aby Sufyian dan Amr Bin Al-ash. Sehingga menurut mereka kaum Muslimin akan menjadi aman jika ketiga orang ini telah mati.
Ibnu Muljam berkata :” Saya akan menjadi wakil Kalian untuk membunuh Ali. Kemudian Al-burak berkata:” saya akan membunuh Muawiyah, sedangkan Al-bakir berkata:” saya akan membunuh Amr bin Al-ash.
Ketiganya sepakat bahwa pembunuhan itu hendaknya dilakukan pada tanggal sebelas atau tanggal tuju belas bulan Ramadhan. Ketiganya segera bergerak ke kota-kota tempat ketiga orang yang akan mereka bunuh berada. Ibnu Muljam menuju Kuffah. Dia bertemu dengan kawan-kawannya dari kalangan Khawarij dan dia meminta agar mereka tidak membocorkan rahasianya sehingga tanggal tujuh belas ramadhan tepatnya tahun 40 hijriyah. Ali bangun menjelang subuh, lalu dia berkata kepada anaknya Al-hasan, “ saya semalam bermimpi ketemu dengan Rosulullah saya katakan kepadanya,’ wahai Rosulullah, saya telah mendapatkan dari umatku beban dan pertengakaran yang keras.” Maka Rosulullah bersabda kepada saya :” doakan mereka.lalu saya katakan,” ya Allah gantikanlah untuku orang yang lebih baik bagiku dari mereka, dan gantikanlah buat mereka orang yanag lebih jelek dari aku. Saat itulah Ibnu Nabbah sang muadzzin datang untuk mengetuk pintu rumah Ali.Dia berkata:” shalat! Shalat!. Ali keluar dari pintunya dan berseru” wahai manusia, shalat! Shalat!” saat itulah Ibnu muljam datang dan segera menebasnya dengan sabetan pedang.Sabetan pedang orang itu mengenai kening dan muka Ali hingga sampai ke otaknya. Lalu orang-orang mengepung pembunuh itu dari segala arah.
Ali sempat bertahan selama empat hari, yaitu hari Jum’at dan hari Sabtu. Beliau meninggal pada hari Ahad. Yang memandiakn mayitnya adalah Al-hasan dan Abdullah bin ja’far. Al-hasan menjadi imam shalat jenazahnya.Dia disemayamkan di perumahan pemerintah di kuffah pada malam hari.
Sedangkan Ibnu Muljam sendiri dihukum dengan cara dipotong semua kaki dan tangannya lalu diikat di pohon Kurma, lalu dibakar. Ini semua adalah riwayat dari ibnu saad.
Sikap Ahlu Sunnah terhadap para sahabat yang terlibat perang Jamal dan perang Siffin.
Al-Khatib Al-Baghdadi (beliau lahir th 392 wafat th 463) berkata :”Para shahabat ialah orang-orang yg kuat imannya, bersih aqidahnya dan mereka lebih baik dari semua orang yg adil dan orang-orang yg mengeluarkan zakat yg datang sesudah mereka selama-lamanya. Ini merupak pendapat semua Ulama”.
Ibnu Abdil Barr (363-463 H) berkata :”Para shahabat tidak perlu kita periksa (keadilan) mereka, karena sudah menjadi ijma’ Ahlul Haq dari kaum muslimin yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah bahwa mereka semua Adil.
Ibnu Hazm (384-456 H) berkata :”Semua shahabat ialah adil, utama, dan diridhai. Maka wajib atas kita memuliakan mereka, menghormati mereka, memohonkan ampunan untuk mereka dan mencintai mereka”.
Ibnu Katsir (701-774 H) berkata ;”Semua shahabat ialah adil menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuji mereka di dalam Al-Qur’an dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-pun memuji prilaku dan ahlak mereka. Mereka telah mengorbankan harta dan jiwa mereka di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mereka mengharap ganjaran yg baik dari Allah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (661-728 H) menerangkan dalam Fatawa- :”Kami menahan diri terhadap apa-apa yg terjadi diantara mereka, dan kami mengetahui bahwa sebagian cerita-cerita yg sampai kepada kami tentang (kejelekan) mereka (semuanya) adalah dusta. Mereka (para shahabat) ialah mujtahid, jika mereka benar maka mereka akan dapat dua ganjaran dan akan diberi pahala atas amal shalih mereka, serta akan diampuni dosa-dosa mereka. Adapun jika ada pada mereka kesalahan-kesalahan sungguh kebaikan dari Allah telah mereka peroleh maka sesungguh Allah akan mengampuni dosa mereka dengan taubat mereka atau dengan peruntukan baik yg mereka kerjakan yg dpt menghapuskan dosa-dosa mereka atau dengan yang lainnya. Sesungguh mereka ialah sebaik-baik umat dan sebaik-baik masa, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
Meskipun perselisihan yg terjadi diantara para shahabat sempat membawa korban jiwa, yakni ada diantara mereka yg gugur, tetapi mereka segera bertaubat karena mereka ialah orang-orang yg selalu bertaubat kepada Allah dan Allah-pun menjanjikan taubat atas mereka.
Allah berfirman:
Artinya : Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyang”. [At-Taubah : 102].
Para Shahabat Tidak Ma’shum{terjaga dari dosa}.
Sesungguh persaksian Allah dan Rasul-Nya terhadap para shahabat tentang hakikat iman mereka dan keridhaan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka tidaklah menunjukkan bahwa mereka ma’shum (terpelihara dari dosa dan kesalahan) atau mereka bersih dari ketergelinciran, karena mereka bukan Malaikat dan bukan pula para Nabi.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Artinya : Setiap anak Adam bersalah dan sebaik-baik orang yg bersalah ialah yg bertaubat”. [Hadits Hasan Riwayat Ahmad 3: 198, Tirmidzi, Ibnu Majah, Hakim 4:244. Shahih Jami’us Shagir 4391, Takhrijul Misykat No. 2431].
Abu Bakar Ibnul ‘Arabi berkata :”Dosa-dosa yg dilakukan para shahabat tidaklah menggugurkan (keadilan) apabila sudah ada taubat”.
Kita yakin seyakin-yakinnya bahwa para shahabat yg pernah bersalah semuanya bertaubat kepada Allah dan mereka tidak bisa dikatakan nifaq atau kufur. Semua ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah telah sepakat bahwa para shahabat yang ikut serta dalam perang Jamal dan perang Shiffin, mereka ialah orang-orang yg beriman dan adil. Dan kesalahan mereka yang bersifat individu dan berjama’ah tidak menggugurkan pujian Allah atas mereka.
Abu Ja’far Muhammad bin Ali Al-Husain ketika ditanya tentang orang-orang (para shahabat) yang ikut serta dalam perang Jamal maka ia menjawab :”Mereka (para shahabat) ialah orang-orang yg tetap dalam keimanan dan mereka bukan orang-orang kafir”.
Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan Ibnu Mas’ud berkata :”Ali bin Abi Thalib menyhalatkan jenazah para shahabat yg meninggal dari pihak Mu’wiyah”.
Sebenarnya masih banyak lagi pujian dan sanjungan para Ulama tentang keadilan para shahabat, tetapi apa yg sudah disebutkan sebenarnya sudah lebih dari cukup.
Pendapat para ulama tentang orang-orang yang mencaci maki/menghina para shahabat rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Imam Malik berkata ;”Orang-orang yang membenci para Shahabat Rasulullah ialah orang-orang kafir”. [Tafsir Ibnu Katsir V hal. 367-368) atau IV hal. 216 cet. Daarus Salam Riyadh.]
Al-Qadhi ‘Iyaadh berkata :”Jumhur Ulama berpendapat bahwa orang yg menghina/mencaci maki para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hrs dihukum ta’ziir (yakni harus didera menurut kebijaksanaan hakim Islam )”. [Fathul Bari VII hal. 36].
Kata Imam Abu Zur’ah Ar-Raazi (wafat th 264 H):”Apabila engkau melihat seseorang mencaci maki/menghina seseorang dari shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ketahuilah bahwa orang itu ialah Zindiq (kafir). Yang demikian itu karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah haq, Al-Qur’an ialah haq dan apa-apa yg dibawanya ialah haq dan yg menyampaikan semua itu kepada kita ialah para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka (orang-orang zindiq) itu mencela kesaksian kita agar bisa membatalkan Al-Qur’an dan Sunnah (yakni agar kita tidak percaya kepada Al-Qur’an dan Sunnah ). Merekalah yg pantas mendapat celaan”.
Imam Al–Hafizh Syamsuddin Muhammad ‘Utsman Adz-Dzahabi yg lebih dikenal dengan Imam Adz-Dzahabi (673-747H) berkata :”Barangsiapa yang mencaci mereka (para shahabat) menghina mereka, maka sesungguh ia telah keluar dari agama Islam dan telah merusak kaum muslimin. Mereka yang mencaci ialah orang yang dengki dan ingkar kepada pujian Allah yg disebutkan dalam Al-Qur’an dan juga mengingkari Rasulullah yg memuji mereka dengan keutamaan, tingkatan dan cinta … Memaki mereka berarti memaki pokok pembawa syari’at (yakni Rasulullah). Mencela pembawa Syari’at berarti mencela kepada apa yg dibawa Al-Qur’an dan Sunnah”.
khatimah.
Apa yang telah saya terangkan dari Al-Qur’an dan Sunnah kiranya sudah cukup jelas, lebih-lebih lagi dikuatkan dgn pendpt Jumhur Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Oleh krn itu sikap kaum Mu’minim terhadap mereka (para shahabat) ialah sebagaimana yg disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, yaitu :
[a]. Mereka sebaik-baik ummat.
[b]. Kita diwajibkan mengikuti jejak langkah mereka dgn baik [At-Taubah : 100] dan tdk boleh menyimpang dari jalan mereka [An-Nisaa’ : 15] dan berpegang kpd Sunnah Rasul dan Khulafaur Rasyidin.
[c]. Semua Shahabat ialah adil
[d].Kita tdk berkeyakinan bahwa para Shahabat ma’shum, krn tdk seorangpun yg ma’shum selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kita ridha kpd mereka dan kita mohonkan untuk mereka ampunan dan kita menahan dari apa yg terjadi di antara mereka [Al-Hasyr : 10].
kesimpulan.
Golongan Orientalis, Yahudi dan Syi’ah ialah golongan yg paling banyak mencaci dan menghina para Shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Aqidah Syi’ah yg menyatakan para Shahabat tdk adil, bahkan mereka mengkafirkan, mereka ialah orang yg sesat dan menyesatkan dan orang-orang dinyatakan kafir.
Hukum mencaci/menghina para Shahabat ialah haram dan pelakunya akan dilaknat ole Allah, Malaikat dan seluruh manusia. Sabda Nabi :”Barangsiapa yang mencela shahabatku, maka ia akan mendapatkan laknat dari Allah, malaikat dan seluruh manusia”. [Hadist Riwayat Thabrani]
Orang Munafiq dan Murtad dan mati dalam keadaan demikian mereka ialah termasuk golongan kafir dan tdk termasuk Shahabat meskipun berjumpa dgn Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semua shahabat ialah adil dan tetap dikatakan orang-orang yg beriman, meskipun mereka berselisih [Al-Hujuraat 9-10].
Sebesar apapun infaq yg kita keluarkan di jalan Allah tdk akan dpt menyamai derajat seorang shahabat Rasulullah. Kita wajib mencintai para shahabat. Kita hrs mendo’akan orang-orang yg terlebih dahulu beriman dari pada kita.
Oleh: Ahmad Djibriel Bin Ahmad Gadir
{Abu Zahroo Sahara Nainawa}
Ali dibai’at sebagai khalifah oleh para sahabat sehari setelah pembunuhan Ustman. Pengangkatan Ali sebagai khalifah adalah awal fase baru dari puncaknya fitnah yang sudah tumbuh sejak masa kepemimpinan Ustman hingga Beliau wafat. Beliau dibaiat ditengah semaraknya konflik internal dikalangan para sahabat.
Telah kita ketahui bersama bahwa fitnah-fitnah yang terjadi pada jaman kekhalifahan Ali merupakan buah dari permasalahan yang telah tumbuh pada jaman Ustman. Bisa dikatakan bahwa pada jaman imam Ali inilah terjadi panen fitnah yang telah lama ditanam oleh orang-orang Munafiq di negri suci Madinah. Ali tidak mersakan ketenangan kecuali disana ada benih-benih permusuhan yang dipicu oleh orang yang tidak senang dengan kemajuan islam.
Ibnu sa’ad berkata “ Ali dibaiat sebagai khalifah sehari setelah peristiwa pembunuhan Ustman ra. di kota Madinah. Semua para sahabat membai’tnya sebagai khalifah ketiga dalam islam. Disebutkan bahwa Talha dan Zubair membaiat Beliau dengan sangat terpaksa dan bukan dengan suka rela.
Talha dan Zubair dan juga beberap orang lainnya dari kalangan sahabat menginginkan untuk mengusut pelaku pembunuhan usmant terlebi dahulu baru kemudian membaiat khalifah Ali. Namun hal ini berbeda dengan realita yang ada dimana orang-orang telah memabiat ali sebagai khalifah.
Sejarah membuktikan bahwa setelah pembaitan Ali sebagai khalifa, Talha dan Zubai berangkat menuju makkah yang juga diikuti oleh Aiysah. Mereka pergi ke Basrah untuk menuntut mati pembunuh usmant. Kabar ini sampai ketelinga Ali, dia kemudian pergi menuju Irak dan berhasil menemui Talha, Zubair dan Aisyah serta orang-orang yang menyertai mereka ke makkah. Terjadilah perang antara kubu ali dan kubu aisya yang dimenangkan oleh kubu Ali.
Kemengan yang berada ditangan Ali bisa disebabkan oleh jumlah personil yang tidak seimbang. Ali memiliki banyak pasukan reguler yang selalu setia kepada kebijakan Ali sebagai khalifah pada masa itu. Adapun dikubu Aisyah jumlah personil tidak terlalu banyak jika disbanding dengan pasukan Ali. Peristiwa ini dalam sejarah lebih dikenal dengan perang jamal.disbut perang jamal karena aisyah pada saat peperangan itu mengendarai unta. Ini terjadi pada tahun 36 h. perang ini akan diikuti peperangan selanjutnya, inilah fitnah yang datang secara beruntun pada jaman kekhalifan Ali ra. Pada peperangan ini Talha dan Zubair dan juga beberapa para sahabat lainnya terbunuh. Kira-kira jumlah pasukan yang terbunuh pada saat itu berjumlah tiga belas ribu. Berikut ini adalah gambaran masing-masing kronologi kedua peperangan tersebut.
Perang Jamal atau Perang Unta
Perang jamal terjadi pada tanggal 11 Jumadil akhir tepatnya pada tahun 36 H atau Desember 657 M. Kemenangan berpihak kepada Khalifah Ali. Peperangan tersebut berlaku Ali menggantikan semua pegawai kerajaan yang merupakan keluarga Uthman bin Affan iaitu Bani Umaiyyah kepada mereka yang stiqah dan adil. Ali yang dikenal dengan keadilannya juga mencabut undang-undang yang diskriminatif dan memutuskan untuk membatalkan segala konsesi yang sebelumnya diberikan kepada orang-orang Muhajirin dan menyamaratakan hak umat atas kekayaan baitul mal. Disamping itu, pihak keluarga Bani Umaiyyah menggunakan alasan kemangkatan Khalifah Uthman sebagai alasan untuk menentang pemerintahan Ali.
Hal tersebut mendapat tantangan dari orang yang selama bertahun-tahun menikmati keistimewaan yang dibuat oleh khalifah sebelumnya. Ketidakpuasan itu kian meningkat sampai akhirnya mendorong sekelompok orang untuk menyusun kekuatan untuk melawan Beliau. Thalhah, Zubair dan Aisyah berhasil mengumpulkan pasukan yang cukup besar di Basrah untuk bertempur melawan khalifah Ali bin Abi Thalib.
Mendengar adanya pemberontakan itu, Ali turut mengerahkan pasukannya. Kedua pasukan saling berhadapan. Ali terus berusaha membujuk Thalhah dan Zubair agar mengurungkan rencana berperang. Beliau mengingatkan keduanya akan hari-hari manis saat bersama Rasulullah S.A.W dan berperang melawan pasukan kafir.
Perang pun tak dapat dihindarkan. Ribuan nyawa melayang sia-sia, hanya kerana ketidakpuasan hati sebahagian orang terhadap keadilan yang ditegakkan oleh Ali. Pasukan Ali berhasil mengalahkan pasukan yang dikepalai Aisyah, yang ketika itu menunggang unta. Perang Jamal atau Perang Unta berakhir setelah unta yang dinaiki oleh Aisyah tertusuk tombak dan jatuh terkapar.
Sebagai khalifah yang bijak, Ali memaafkan Mereka yang sebelum ini menghunus pedang untuk memeranginya. Aisyah juga dikirim kembali ke Madinah dengan dikawal oleh sepasukan wanita bersenjata lengkap. Fitnah pertama yang terjadi pada masa kekhalifahan Ali berjaya dipadamkan. Namun masih ada kelompok-kelompok lain yang menghunus pedang melawan Ali.
Perang Siffin (Mei-Julai 657)
Pertempuran ini terjadi antara Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ali bin Abi Talib di tebing Sungai Efurat yang kini terletak di Syria (Syam). Muawiyah adalah seorang gubernur Syria. Ia menginginginkan agar pembunuh usman segera diadili. Dia menganggap Ali tidak bersungguh-sungguh menghukum pembunuh Ustman lalu ia memberontak kepada Ali. Akibatnya terjadilah pertempuran di Siffin.
Awal Mula Pertikaian
Setelah mengalahkan Aisyah dalam Perang Jamal, Ali kembali ke Kuffah pada bulan Januari 657. Beliau mengambil keputusan untuk memindahkan Ibu kota negara dari Madinah ke Kuffah kerana kedudukannya yang lebih strategis.
Untuk menyelesaikan permasalahan secara aman, Ali menghantar utusan kepada Muawiyah di Syria meminta Beliau berbai`ah kepada dirinya. Muawiyah menolak, sebaliknya ia mengulangi tuntutannya agar Ali mengambil tindakan tegas atas pembunuh Ustman. Jika tidak, Muawiyah sendiri yang akan mengambil tindakan.
Mendengar jawaban yang demikian, Ali menyiapkan pasukannya dan mulai bergerak ke arah Syria. Beliau pada mulanya merancang untuk menyerang Syria dari arah utara tetapi Beliau merubah arah pasukan melalui padang pasir Mesopotamia.
Akhirnya setelah menyeberangi sungai, tentara Ali terus menyusuri sepanjang tebing Sungai Efurat sehingga Mereka bertemu dengan kubu kecil tentara Syria di Sur Al-Rum di mana berlaku pertempuran kecil. Pertempuran ini tidak melengahkan laju tentara Ali yang akhirnya bertemu dengan tentara Muawiyah di satu tempat yang bernama Siffin
Pertempuran Utama
Ali membuat tuntutan terakhir kepada tentara Muawiyah supaya menyerah dan memabiat Beliau sebagai khalifah tetapi Mereka menolak. Akibatnya pada 8 Safar 36 H (26 Juli 657), Ali mengarahkan pasukannya menuju Siffin. Perang berlangsung sepanjang hari hingga malam. Pada saat pristiwa ini Ali sudah berumur 58 tahun . Ali memimpin pasukannya yang terdiri dari pasukan dari Madinah di bagian tengah dan pasukan dari Basrah dan Kuffah di bagian kiri dan kanan. Muawiyah melihat pertempuran dengan dikelilingi oleh pengawal peribadinya. Amru Al-Ash memimpin pasukan berkuda menyerang pasukan Kuffah dengan jaya dan hampir-hampir membunuh Ali. Tetapi keberanian Ali menaikkan semangat tentaranya dan serangan pasukan muawiyah dapat dihalang.
Namun ditengah kecamuk perang tiba-tiba Amru Al-Ash mengangkat al-quran untuk memberikan isyarat agar melakukan perundingan. Muawiyah menerima tawaran ini dan mengarahkan orang-orangnya meletakkan 500 buah Quran di hujung tombak dan menjerit, "Undang-undang Allah”Ini akan memutuskan di antara kita!" Dengan ini ia bermaksud kedua pihak untuk berhenti bertempur dan menyelesaikan pertikaian dengan perundingan, aman di bawah tatatertib Islam. Muawiyah dan Amr tidak berfikir Ali akan menerima tawaran ini tetapi mereka yakin ada di kalangan penyokong Ali yang akan menerima tawaran perundingan ini dan ini akan menyebabkan berlaku ketidak puasan hati di kalangan pasukan Ali.
Ali mengutus abu musa Al-asariy sebagai juru runding, sedangkan Muawiyah mengutus Amr bin Al-ash sebagai juru runding dari pihaknya. Mereka menulis surat kesepakatan agar mereka bisa ketemu di Adzruah[satu desa di Syam} dipenghujung tahun sehingga mereka bisa melihat dengan jelas bagaimana masalahnya
Sedangkan dalam tarik imam as-suyuti disebutkan bahwa Setelah peristiwa perang jamal yang terjadi pada tahun 36 h, muncul peristiwa baru yaitu perang siffin yang terjadi antara kubu Ali sebaga khalifa dan kubu Muawiyah sebagai gubernur di Syam yang diangkat sejak massa Rosulullah.Setelah berita itu sampai kepada Ali maka Beliau pun mempersiapkan pasukannya dan meluncur dalam rangka menyambut pasukanya dari Syam yang dipimpin langsung oleh Muawiyah sendiri.
Kedua pasukan ini bertemu di Siffin tepatnya pada bulan safar tahun 37 H. Perang antara keduanya berlangsung beberapa hari, Kemudian orang-orang yang datang dari Syam mengangkat Al-quran dan Mereka mengajak semua pihak yang terlibat dalam perang tersebut untuk berhukum dengan apa yang ada di dalam Al-qur’an. Ini adalah inisiatif yang dilakukan oleh Amruh Bin Al-ash. Orang-orang yang sedang bertempur akhirnya segan untuk melanjutkan perang dan mereka menyerukan untuk segera melakukan perdamaian dan perundingan untuk meyelesaikan masalah ini.
Ali mengutus abu musa Al-asariy sebagai juru runding, sedangkan Muawiyah mengutus Amr bin Al-ash sebagai juru runding dari pihaknya. Mereka menulis surat kesepakatan agar mereka bisa ketemu di Adzruah[satu desa di Syam} dipenghujung tahun sehingga mereka bisa melihat dengan jelas bagaimana masalahnya.
Kedua pasukan ini kemudian berpencar. Muawiyah sendiri kembali ke Syam sedangkan Ali dan pasukannya kembali ke Kuffah. Namun kaum Khawarij pengkut Ali menyatakan memisahkan diri dari Ali dan mereka menyatakan bahwa mereka tidak setuju untuk bertahkim kecuali dengan hukum Allah. Mereka membuat basis pasukan di Harura. Dari sinilah mereka disebut dengan kaum Haruriyah. Kemudia Ali mengutus Ibnu Abbas untuk menemui mereka. Dalam adu argumerttasi tentang proses tahkim, Ibnu Abbas mampu mangalahkan mereka sehingga banyak diantara mereka yang kembali bergabung dengan pasukan Ali, namun sebagian juga ada yang tetap ditempat itu lalu mereka berangkat menuju Nahrawan. Ali mengejar mereka ke Nahrawan dan mampu membunuh mereka disana. Diantara yang terbunuh adalah Dzu ars-tsadyag. Peristiwa ini terjadi pada tahun 38 H.
Pada bulan sya’ban ditahun ini dengan kesepaktan kedua utusan bertemu di adzryh. Hadir dalam pertemuan ini Sa’ad bin Abi Waqqash dan juga Abdullah bin Umar serta yang lainnya dari kalangan sahabat.Amruh bin Al-ash meminta meminta abu musa untuk melakukan pidato pertama kali sebagai muslihat darinya. Dia berbicara dengan menyatakan memecat Ali. Lalu Amruh bin Al-ash maju dan menetapkan Muawiyah sebagai khalifah lalu membaiatnya. Kemudian yang hadir berpencar dengan keputusan ini. Kini Ali menghadapi konflik dikalangan para sahabanya sendiri. Hingga dia mengigit jari-jemarinya.Dia telah melakukan tindakan kecerobohan dan dia telah taat kepada mu’awiyah.
Kemudian orang-orang khawari mengambil tiga orang sebagai wakil mereka. Ketiga orang tersebut adalah: Abdurrahman Bin Muljam Al-muradi, Al-burrak bin Abdullah At-tamimi serta Amr Bin Bakir At-tamimi. Mereka bertiga berkumpul di Mekkah dan sepakat untuk membunuh tiga orang. Mereka adalah : Ali Bin Abi Talib, mUawiyah bin Aby Sufyian dan Amr Bin Al-ash. Sehingga menurut mereka kaum Muslimin akan menjadi aman jika ketiga orang ini telah mati.
Ibnu Muljam berkata :” Saya akan menjadi wakil Kalian untuk membunuh Ali. Kemudian Al-burak berkata:” saya akan membunuh Muawiyah, sedangkan Al-bakir berkata:” saya akan membunuh Amr bin Al-ash.
Ketiganya sepakat bahwa pembunuhan itu hendaknya dilakukan pada tanggal sebelas atau tanggal tuju belas bulan Ramadhan. Ketiganya segera bergerak ke kota-kota tempat ketiga orang yang akan mereka bunuh berada. Ibnu Muljam menuju Kuffah. Dia bertemu dengan kawan-kawannya dari kalangan Khawarij dan dia meminta agar mereka tidak membocorkan rahasianya sehingga tanggal tujuh belas ramadhan tepatnya tahun 40 hijriyah. Ali bangun menjelang subuh, lalu dia berkata kepada anaknya Al-hasan, “ saya semalam bermimpi ketemu dengan Rosulullah saya katakan kepadanya,’ wahai Rosulullah, saya telah mendapatkan dari umatku beban dan pertengakaran yang keras.” Maka Rosulullah bersabda kepada saya :” doakan mereka.lalu saya katakan,” ya Allah gantikanlah untuku orang yang lebih baik bagiku dari mereka, dan gantikanlah buat mereka orang yanag lebih jelek dari aku. Saat itulah Ibnu Nabbah sang muadzzin datang untuk mengetuk pintu rumah Ali.Dia berkata:” shalat! Shalat!. Ali keluar dari pintunya dan berseru” wahai manusia, shalat! Shalat!” saat itulah Ibnu muljam datang dan segera menebasnya dengan sabetan pedang.Sabetan pedang orang itu mengenai kening dan muka Ali hingga sampai ke otaknya. Lalu orang-orang mengepung pembunuh itu dari segala arah.
Ali sempat bertahan selama empat hari, yaitu hari Jum’at dan hari Sabtu. Beliau meninggal pada hari Ahad. Yang memandiakn mayitnya adalah Al-hasan dan Abdullah bin ja’far. Al-hasan menjadi imam shalat jenazahnya.Dia disemayamkan di perumahan pemerintah di kuffah pada malam hari.
Sedangkan Ibnu Muljam sendiri dihukum dengan cara dipotong semua kaki dan tangannya lalu diikat di pohon Kurma, lalu dibakar. Ini semua adalah riwayat dari ibnu saad.
Sikap Ahlu Sunnah terhadap para sahabat yang terlibat perang Jamal dan perang Siffin.
Al-Khatib Al-Baghdadi (beliau lahir th 392 wafat th 463) berkata :”Para shahabat ialah orang-orang yg kuat imannya, bersih aqidahnya dan mereka lebih baik dari semua orang yg adil dan orang-orang yg mengeluarkan zakat yg datang sesudah mereka selama-lamanya. Ini merupak pendapat semua Ulama”.
Ibnu Abdil Barr (363-463 H) berkata :”Para shahabat tidak perlu kita periksa (keadilan) mereka, karena sudah menjadi ijma’ Ahlul Haq dari kaum muslimin yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah bahwa mereka semua Adil.
Ibnu Hazm (384-456 H) berkata :”Semua shahabat ialah adil, utama, dan diridhai. Maka wajib atas kita memuliakan mereka, menghormati mereka, memohonkan ampunan untuk mereka dan mencintai mereka”.
Ibnu Katsir (701-774 H) berkata ;”Semua shahabat ialah adil menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuji mereka di dalam Al-Qur’an dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-pun memuji prilaku dan ahlak mereka. Mereka telah mengorbankan harta dan jiwa mereka di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mereka mengharap ganjaran yg baik dari Allah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (661-728 H) menerangkan dalam Fatawa- :”Kami menahan diri terhadap apa-apa yg terjadi diantara mereka, dan kami mengetahui bahwa sebagian cerita-cerita yg sampai kepada kami tentang (kejelekan) mereka (semuanya) adalah dusta. Mereka (para shahabat) ialah mujtahid, jika mereka benar maka mereka akan dapat dua ganjaran dan akan diberi pahala atas amal shalih mereka, serta akan diampuni dosa-dosa mereka. Adapun jika ada pada mereka kesalahan-kesalahan sungguh kebaikan dari Allah telah mereka peroleh maka sesungguh Allah akan mengampuni dosa mereka dengan taubat mereka atau dengan peruntukan baik yg mereka kerjakan yg dpt menghapuskan dosa-dosa mereka atau dengan yang lainnya. Sesungguh mereka ialah sebaik-baik umat dan sebaik-baik masa, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
Meskipun perselisihan yg terjadi diantara para shahabat sempat membawa korban jiwa, yakni ada diantara mereka yg gugur, tetapi mereka segera bertaubat karena mereka ialah orang-orang yg selalu bertaubat kepada Allah dan Allah-pun menjanjikan taubat atas mereka.
Allah berfirman:
Artinya : Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyang”. [At-Taubah : 102].
Para Shahabat Tidak Ma’shum{terjaga dari dosa}.
Sesungguh persaksian Allah dan Rasul-Nya terhadap para shahabat tentang hakikat iman mereka dan keridhaan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka tidaklah menunjukkan bahwa mereka ma’shum (terpelihara dari dosa dan kesalahan) atau mereka bersih dari ketergelinciran, karena mereka bukan Malaikat dan bukan pula para Nabi.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Artinya : Setiap anak Adam bersalah dan sebaik-baik orang yg bersalah ialah yg bertaubat”. [Hadits Hasan Riwayat Ahmad 3: 198, Tirmidzi, Ibnu Majah, Hakim 4:244. Shahih Jami’us Shagir 4391, Takhrijul Misykat No. 2431].
Abu Bakar Ibnul ‘Arabi berkata :”Dosa-dosa yg dilakukan para shahabat tidaklah menggugurkan (keadilan) apabila sudah ada taubat”.
Kita yakin seyakin-yakinnya bahwa para shahabat yg pernah bersalah semuanya bertaubat kepada Allah dan mereka tidak bisa dikatakan nifaq atau kufur. Semua ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah telah sepakat bahwa para shahabat yang ikut serta dalam perang Jamal dan perang Shiffin, mereka ialah orang-orang yg beriman dan adil. Dan kesalahan mereka yang bersifat individu dan berjama’ah tidak menggugurkan pujian Allah atas mereka.
Abu Ja’far Muhammad bin Ali Al-Husain ketika ditanya tentang orang-orang (para shahabat) yang ikut serta dalam perang Jamal maka ia menjawab :”Mereka (para shahabat) ialah orang-orang yg tetap dalam keimanan dan mereka bukan orang-orang kafir”.
Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan Ibnu Mas’ud berkata :”Ali bin Abi Thalib menyhalatkan jenazah para shahabat yg meninggal dari pihak Mu’wiyah”.
Sebenarnya masih banyak lagi pujian dan sanjungan para Ulama tentang keadilan para shahabat, tetapi apa yg sudah disebutkan sebenarnya sudah lebih dari cukup.
Pendapat para ulama tentang orang-orang yang mencaci maki/menghina para shahabat rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Imam Malik berkata ;”Orang-orang yang membenci para Shahabat Rasulullah ialah orang-orang kafir”. [Tafsir Ibnu Katsir V hal. 367-368) atau IV hal. 216 cet. Daarus Salam Riyadh.]
Al-Qadhi ‘Iyaadh berkata :”Jumhur Ulama berpendapat bahwa orang yg menghina/mencaci maki para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hrs dihukum ta’ziir (yakni harus didera menurut kebijaksanaan hakim Islam )”. [Fathul Bari VII hal. 36].
Kata Imam Abu Zur’ah Ar-Raazi (wafat th 264 H):”Apabila engkau melihat seseorang mencaci maki/menghina seseorang dari shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ketahuilah bahwa orang itu ialah Zindiq (kafir). Yang demikian itu karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah haq, Al-Qur’an ialah haq dan apa-apa yg dibawanya ialah haq dan yg menyampaikan semua itu kepada kita ialah para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka (orang-orang zindiq) itu mencela kesaksian kita agar bisa membatalkan Al-Qur’an dan Sunnah (yakni agar kita tidak percaya kepada Al-Qur’an dan Sunnah ). Merekalah yg pantas mendapat celaan”.
Imam Al–Hafizh Syamsuddin Muhammad ‘Utsman Adz-Dzahabi yg lebih dikenal dengan Imam Adz-Dzahabi (673-747H) berkata :”Barangsiapa yang mencaci mereka (para shahabat) menghina mereka, maka sesungguh ia telah keluar dari agama Islam dan telah merusak kaum muslimin. Mereka yang mencaci ialah orang yang dengki dan ingkar kepada pujian Allah yg disebutkan dalam Al-Qur’an dan juga mengingkari Rasulullah yg memuji mereka dengan keutamaan, tingkatan dan cinta … Memaki mereka berarti memaki pokok pembawa syari’at (yakni Rasulullah). Mencela pembawa Syari’at berarti mencela kepada apa yg dibawa Al-Qur’an dan Sunnah”.
khatimah.
Apa yang telah saya terangkan dari Al-Qur’an dan Sunnah kiranya sudah cukup jelas, lebih-lebih lagi dikuatkan dgn pendpt Jumhur Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Oleh krn itu sikap kaum Mu’minim terhadap mereka (para shahabat) ialah sebagaimana yg disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, yaitu :
[a]. Mereka sebaik-baik ummat.
[b]. Kita diwajibkan mengikuti jejak langkah mereka dgn baik [At-Taubah : 100] dan tdk boleh menyimpang dari jalan mereka [An-Nisaa’ : 15] dan berpegang kpd Sunnah Rasul dan Khulafaur Rasyidin.
[c]. Semua Shahabat ialah adil
[d].Kita tdk berkeyakinan bahwa para Shahabat ma’shum, krn tdk seorangpun yg ma’shum selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kita ridha kpd mereka dan kita mohonkan untuk mereka ampunan dan kita menahan dari apa yg terjadi di antara mereka [Al-Hasyr : 10].
kesimpulan.
Golongan Orientalis, Yahudi dan Syi’ah ialah golongan yg paling banyak mencaci dan menghina para Shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Aqidah Syi’ah yg menyatakan para Shahabat tdk adil, bahkan mereka mengkafirkan, mereka ialah orang yg sesat dan menyesatkan dan orang-orang dinyatakan kafir.
Hukum mencaci/menghina para Shahabat ialah haram dan pelakunya akan dilaknat ole Allah, Malaikat dan seluruh manusia. Sabda Nabi :”Barangsiapa yang mencela shahabatku, maka ia akan mendapatkan laknat dari Allah, malaikat dan seluruh manusia”. [Hadist Riwayat Thabrani]
Orang Munafiq dan Murtad dan mati dalam keadaan demikian mereka ialah termasuk golongan kafir dan tdk termasuk Shahabat meskipun berjumpa dgn Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semua shahabat ialah adil dan tetap dikatakan orang-orang yg beriman, meskipun mereka berselisih [Al-Hujuraat 9-10].
Sebesar apapun infaq yg kita keluarkan di jalan Allah tdk akan dpt menyamai derajat seorang shahabat Rasulullah. Kita wajib mencintai para shahabat. Kita hrs mendo’akan orang-orang yg terlebih dahulu beriman dari pada kita.
KONFLIK INTERNAL PASCA PEMBAI’ATAN ALI
Oleh: Ahmad Djibriel Bin Ahmad Gadir
{Abu Zahroo Sahara Nainawa}
Ali dibai’at sebagai khalifah oleh para sahabat sehari setelah pembunuhan Ustman. Pengangkatan Ali sebagai khalifah adalah awal fase baru dari puncaknya fitnah yang sudah tumbuh sejak masa kepemimpinan Ustman hingga Beliau wafat. Beliau dibaiat ditengah semaraknya konflik internal dikalangan para sahabat.
Telah kita ketahui bersama bahwa fitnah-fitnah yang terjadi pada jaman kekhalifahan Ali merupakan buah dari permasalahan yang telah tumbuh pada jaman Ustman. Bisa dikatakan bahwa pada jaman imam Ali inilah terjadi panen fitnah yang telah lama ditanam oleh orang-orang Munafiq di negri suci Madinah. Ali tidak mersakan ketenangan kecuali disana ada benih-benih permusuhan yang dipicu oleh orang yang tidak senang dengan kemajuan islam.
Ibnu sa’ad berkata “ Ali dibaiat sebagai khalifah sehari setelah peristiwa pembunuhan Ustman ra. di kota Madinah. Semua para sahabat membai’tnya sebagai khalifah ketiga dalam islam. Disebutkan bahwa Talha dan Zubair membaiat Beliau dengan sangat terpaksa dan bukan dengan suka rela.
Talha dan Zubair dan juga beberap orang lainnya dari kalangan sahabat menginginkan untuk mengusut pelaku pembunuhan usmant terlebi dahulu baru kemudian membaiat khalifah Ali. Namun hal ini berbeda dengan realita yang ada dimana orang-orang telah memabiat ali sebagai khalifah.
Sejarah membuktikan bahwa setelah pembaitan Ali sebagai khalifa, Talha dan Zubai berangkat menuju makkah yang juga diikuti oleh Aiysah. Mereka pergi ke Basrah untuk menuntut mati pembunuh usmant. Kabar ini sampai ketelinga Ali, dia kemudian pergi menuju Irak dan berhasil menemui Talha, Zubair dan Aisyah serta orang-orang yang menyertai mereka ke makkah. Terjadilah perang antara kubu ali dan kubu aisya yang dimenangkan oleh kubu Ali.
Kemengan yang berada ditangan Ali bisa disebabkan oleh jumlah personil yang tidak seimbang. Ali memiliki banyak pasukan reguler yang selalu setia kepada kebijakan Ali sebagai khalifah pada masa itu. Adapun dikubu Aisyah jumlah personil tidak terlalu banyak jika disbanding dengan pasukan Ali. Peristiwa ini dalam sejarah lebih dikenal dengan perang jamal.disbut perang jamal karena aisyah pada saat peperangan itu mengendarai unta. Ini terjadi pada tahun 36 h. perang ini akan diikuti peperangan selanjutnya, inilah fitnah yang datang secara beruntun pada jaman kekhalifan Ali ra. Pada peperangan ini Talha dan Zubair dan juga beberapa para sahabat lainnya terbunuh. Kira-kira jumlah pasukan yang terbunuh pada saat itu berjumlah tiga belas ribu. Berikut ini adalah gambaran masing-masing kronologi kedua peperangan tersebut.
Perang Jamal atau Perang Unta
Perang jamal terjadi pada tanggal 11 Jumadil akhir tepatnya pada tahun 36 H atau Desember 657 M. Kemenangan berpihak kepada Khalifah Ali. Peperangan tersebut berlaku Ali menggantikan semua pegawai kerajaan yang merupakan keluarga Uthman bin Affan iaitu Bani Umaiyyah kepada mereka yang stiqah dan adil. Ali yang dikenal dengan keadilannya juga mencabut undang-undang yang diskriminatif dan memutuskan untuk membatalkan segala konsesi yang sebelumnya diberikan kepada orang-orang Muhajirin dan menyamaratakan hak umat atas kekayaan baitul mal. Disamping itu, pihak keluarga Bani Umaiyyah menggunakan alasan kemangkatan Khalifah Uthman sebagai alasan untuk menentang pemerintahan Ali.
Hal tersebut mendapat tantangan dari orang yang selama bertahun-tahun menikmati keistimewaan yang dibuat oleh khalifah sebelumnya. Ketidakpuasan itu kian meningkat sampai akhirnya mendorong sekelompok orang untuk menyusun kekuatan untuk melawan Beliau. Thalhah, Zubair dan Aisyah berhasil mengumpulkan pasukan yang cukup besar di Basrah untuk bertempur melawan khalifah Ali bin Abi Thalib.
Mendengar adanya pemberontakan itu, Ali turut mengerahkan pasukannya. Kedua pasukan saling berhadapan. Ali terus berusaha membujuk Thalhah dan Zubair agar mengurungkan rencana berperang. Beliau mengingatkan keduanya akan hari-hari manis saat bersama Rasulullah S.A.W dan berperang melawan pasukan kafir.
Perang pun tak dapat dihindarkan. Ribuan nyawa melayang sia-sia, hanya kerana ketidakpuasan hati sebahagian orang terhadap keadilan yang ditegakkan oleh Ali. Pasukan Ali berhasil mengalahkan pasukan yang dikepalai Aisyah, yang ketika itu menunggang unta. Perang Jamal atau Perang Unta berakhir setelah unta yang dinaiki oleh Aisyah tertusuk tombak dan jatuh terkapar.
Sebagai khalifah yang bijak, Ali memaafkan Mereka yang sebelum ini menghunus pedang untuk memeranginya. Aisyah juga dikirim kembali ke Madinah dengan dikawal oleh sepasukan wanita bersenjata lengkap. Fitnah pertama yang terjadi pada masa kekhalifahan Ali berjaya dipadamkan. Namun masih ada kelompok-kelompok lain yang menghunus pedang melawan Ali.
Perang Siffin (Mei-Julai 657)
Pertempuran ini terjadi antara Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ali bin Abi Talib di tebing Sungai Efurat yang kini terletak di Syria (Syam). Muawiyah adalah seorang gubernur Syria. Ia menginginginkan agar pembunuh usman segera diadili. Dia menganggap Ali tidak bersungguh-sungguh menghukum pembunuh Ustman lalu ia memberontak kepada Ali. Akibatnya terjadilah pertempuran di Siffin.
Awal Mula Pertikaian
Setelah mengalahkan Aisyah dalam Perang Jamal, Ali kembali ke Kuffah pada bulan Januari 657. Beliau mengambil keputusan untuk memindahkan Ibu kota negara dari Madinah ke Kuffah kerana kedudukannya yang lebih strategis.
Untuk menyelesaikan permasalahan secara aman, Ali menghantar utusan kepada Muawiyah di Syria meminta Beliau berbai`ah kepada dirinya. Muawiyah menolak, sebaliknya ia mengulangi tuntutannya agar Ali mengambil tindakan tegas atas pembunuh Ustman. Jika tidak, Muawiyah sendiri yang akan mengambil tindakan.
Mendengar jawaban yang demikian, Ali menyiapkan pasukannya dan mulai bergerak ke arah Syria. Beliau pada mulanya merancang untuk menyerang Syria dari arah utara tetapi Beliau merubah arah pasukan melalui padang pasir Mesopotamia.
Akhirnya setelah menyeberangi sungai, tentara Ali terus menyusuri sepanjang tebing Sungai Efurat sehingga Mereka bertemu dengan kubu kecil tentara Syria di Sur Al-Rum di mana berlaku pertempuran kecil. Pertempuran ini tidak melengahkan laju tentara Ali yang akhirnya bertemu dengan tentara Muawiyah di satu tempat yang bernama Siffin
Pertempuran Utama
Ali membuat tuntutan terakhir kepada tentara Muawiyah supaya menyerah dan memabiat Beliau sebagai khalifah tetapi Mereka menolak. Akibatnya pada 8 Safar 36 H (26 Juli 657), Ali mengarahkan pasukannya menuju Siffin. Perang berlangsung sepanjang hari hingga malam. Pada saat pristiwa ini Ali sudah berumur 58 tahun . Ali memimpin pasukannya yang terdiri dari pasukan dari Madinah di bagian tengah dan pasukan dari Basrah dan Kuffah di bagian kiri dan kanan. Muawiyah melihat pertempuran dengan dikelilingi oleh pengawal peribadinya. Amru Al-Ash memimpin pasukan berkuda menyerang pasukan Kuffah dengan jaya dan hampir-hampir membunuh Ali. Tetapi keberanian Ali menaikkan semangat tentaranya dan serangan pasukan muawiyah dapat dihalang.
Namun ditengah kecamuk perang tiba-tiba Amru Al-Ash mengangkat al-quran untuk memberikan isyarat agar melakukan perundingan. Muawiyah menerima tawaran ini dan mengarahkan orang-orangnya meletakkan 500 buah Quran di hujung tombak dan menjerit, "Undang-undang Allah”Ini akan memutuskan di antara kita!" Dengan ini ia bermaksud kedua pihak untuk berhenti bertempur dan menyelesaikan pertikaian dengan perundingan, aman di bawah tatatertib Islam. Muawiyah dan Amr tidak berfikir Ali akan menerima tawaran ini tetapi mereka yakin ada di kalangan penyokong Ali yang akan menerima tawaran perundingan ini dan ini akan menyebabkan berlaku ketidak puasan hati di kalangan pasukan Ali.
Ali mengutus abu musa Al-asariy sebagai juru runding, sedangkan Muawiyah mengutus Amr bin Al-ash sebagai juru runding dari pihaknya. Mereka menulis surat kesepakatan agar mereka bisa ketemu di Adzruah[satu desa di Syam} dipenghujung tahun sehingga mereka bisa melihat dengan jelas bagaimana masalahnya
Sedangkan dalam tarik imam as-suyuti disebutkan bahwa Setelah peristiwa perang jamal yang terjadi pada tahun 36 h, muncul peristiwa baru yaitu perang siffin yang terjadi antara kubu Ali sebaga khalifa dan kubu Muawiyah sebagai gubernur di Syam yang diangkat sejak massa Rosulullah.Setelah berita itu sampai kepada Ali maka Beliau pun mempersiapkan pasukannya dan meluncur dalam rangka menyambut pasukanya dari Syam yang dipimpin langsung oleh Muawiyah sendiri.
Kedua pasukan ini bertemu di Siffin tepatnya pada bulan safar tahun 37 H. Perang antara keduanya berlangsung beberapa hari, Kemudian orang-orang yang datang dari Syam mengangkat Al-quran dan Mereka mengajak semua pihak yang terlibat dalam perang tersebut untuk berhukum dengan apa yang ada di dalam Al-qur’an. Ini adalah inisiatif yang dilakukan oleh Amruh Bin Al-ash. Orang-orang yang sedang bertempur akhirnya segan untuk melanjutkan perang dan mereka menyerukan untuk segera melakukan perdamaian dan perundingan untuk meyelesaikan masalah ini.
Ali mengutus abu musa Al-asariy sebagai juru runding, sedangkan Muawiyah mengutus Amr bin Al-ash sebagai juru runding dari pihaknya. Mereka menulis surat kesepakatan agar mereka bisa ketemu di Adzruah[satu desa di Syam} dipenghujung tahun sehingga mereka bisa melihat dengan jelas bagaimana masalahnya.
Kedua pasukan ini kemudian berpencar. Muawiyah sendiri kembali ke Syam sedangkan Ali dan pasukannya kembali ke Kuffah. Namun kaum Khawarij pengkut Ali menyatakan memisahkan diri dari Ali dan mereka menyatakan bahwa mereka tidak setuju untuk bertahkim kecuali dengan hukum Allah. Mereka membuat basis pasukan di Harura. Dari sinilah mereka disebut dengan kaum Haruriyah. Kemudia Ali mengutus Ibnu Abbas untuk menemui mereka. Dalam adu argumerttasi tentang proses tahkim, Ibnu Abbas mampu mangalahkan mereka sehingga banyak diantara mereka yang kembali bergabung dengan pasukan Ali, namun sebagian juga ada yang tetap ditempat itu lalu mereka berangkat menuju Nahrawan. Ali mengejar mereka ke Nahrawan dan mampu membunuh mereka disana. Diantara yang terbunuh adalah Dzu ars-tsadyag. Peristiwa ini terjadi pada tahun 38 H.
Pada bulan sya’ban ditahun ini dengan kesepaktan kedua utusan bertemu di adzryh. Hadir dalam pertemuan ini Sa’ad bin Abi Waqqash dan juga Abdullah bin Umar serta yang lainnya dari kalangan sahabat.Amruh bin Al-ash meminta meminta abu musa untuk melakukan pidato pertama kali sebagai muslihat darinya. Dia berbicara dengan menyatakan memecat Ali. Lalu Amruh bin Al-ash maju dan menetapkan Muawiyah sebagai khalifah lalu membaiatnya. Kemudian yang hadir berpencar dengan keputusan ini. Kini Ali menghadapi konflik dikalangan para sahabanya sendiri. Hingga dia mengigit jari-jemarinya.Dia telah melakukan tindakan kecerobohan dan dia telah taat kepada mu’awiyah.
Kemudian orang-orang khawari mengambil tiga orang sebagai wakil mereka. Ketiga orang tersebut adalah: Abdurrahman Bin Muljam Al-muradi, Al-burrak bin Abdullah At-tamimi serta Amr Bin Bakir At-tamimi. Mereka bertiga berkumpul di Mekkah dan sepakat untuk membunuh tiga orang. Mereka adalah : Ali Bin Abi Talib, mUawiyah bin Aby Sufyian dan Amr Bin Al-ash. Sehingga menurut mereka kaum Muslimin akan menjadi aman jika ketiga orang ini telah mati.
Ibnu Muljam berkata :” Saya akan menjadi wakil Kalian untuk membunuh Ali. Kemudian Al-burak berkata:” saya akan membunuh Muawiyah, sedangkan Al-bakir berkata:” saya akan membunuh Amr bin Al-ash.
Ketiganya sepakat bahwa pembunuhan itu hendaknya dilakukan pada tanggal sebelas atau tanggal tuju belas bulan Ramadhan. Ketiganya segera bergerak ke kota-kota tempat ketiga orang yang akan mereka bunuh berada. Ibnu Muljam menuju Kuffah. Dia bertemu dengan kawan-kawannya dari kalangan Khawarij dan dia meminta agar mereka tidak membocorkan rahasianya sehingga tanggal tujuh belas ramadhan tepatnya tahun 40 hijriyah. Ali bangun menjelang subuh, lalu dia berkata kepada anaknya Al-hasan, “ saya semalam bermimpi ketemu dengan Rosulullah saya katakan kepadanya,’ wahai Rosulullah, saya telah mendapatkan dari umatku beban dan pertengakaran yang keras.” Maka Rosulullah bersabda kepada saya :” doakan mereka.lalu saya katakan,” ya Allah gantikanlah untuku orang yang lebih baik bagiku dari mereka, dan gantikanlah buat mereka orang yanag lebih jelek dari aku. Saat itulah Ibnu Nabbah sang muadzzin datang untuk mengetuk pintu rumah Ali.Dia berkata:” shalat! Shalat!. Ali keluar dari pintunya dan berseru” wahai manusia, shalat! Shalat!” saat itulah Ibnu muljam datang dan segera menebasnya dengan sabetan pedang.Sabetan pedang orang itu mengenai kening dan muka Ali hingga sampai ke otaknya. Lalu orang-orang mengepung pembunuh itu dari segala arah.
Ali sempat bertahan selama empat hari, yaitu hari Jum’at dan hari Sabtu. Beliau meninggal pada hari Ahad. Yang memandiakn mayitnya adalah Al-hasan dan Abdullah bin ja’far. Al-hasan menjadi imam shalat jenazahnya.Dia disemayamkan di perumahan pemerintah di kuffah pada malam hari.
Sedangkan Ibnu Muljam sendiri dihukum dengan cara dipotong semua kaki dan tangannya lalu diikat di pohon Kurma, lalu dibakar. Ini semua adalah riwayat dari ibnu saad.
Sikap Ahlu Sunnah terhadap para sahabat yang terlibat perang Jamal dan perang Siffin.
Al-Khatib Al-Baghdadi (beliau lahir th 392 wafat th 463) berkata :”Para shahabat ialah orang-orang yg kuat imannya, bersih aqidahnya dan mereka lebih baik dari semua orang yg adil dan orang-orang yg mengeluarkan zakat yg datang sesudah mereka selama-lamanya. Ini merupak pendapat semua Ulama”.
Ibnu Abdil Barr (363-463 H) berkata :”Para shahabat tidak perlu kita periksa (keadilan) mereka, karena sudah menjadi ijma’ Ahlul Haq dari kaum muslimin yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah bahwa mereka semua Adil.
Ibnu Hazm (384-456 H) berkata :”Semua shahabat ialah adil, utama, dan diridhai. Maka wajib atas kita memuliakan mereka, menghormati mereka, memohonkan ampunan untuk mereka dan mencintai mereka”.
Ibnu Katsir (701-774 H) berkata ;”Semua shahabat ialah adil menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuji mereka di dalam Al-Qur’an dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-pun memuji prilaku dan ahlak mereka. Mereka telah mengorbankan harta dan jiwa mereka di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mereka mengharap ganjaran yg baik dari Allah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (661-728 H) menerangkan dalam Fatawa- :”Kami menahan diri terhadap apa-apa yg terjadi diantara mereka, dan kami mengetahui bahwa sebagian cerita-cerita yg sampai kepada kami tentang (kejelekan) mereka (semuanya) adalah dusta. Mereka (para shahabat) ialah mujtahid, jika mereka benar maka mereka akan dapat dua ganjaran dan akan diberi pahala atas amal shalih mereka, serta akan diampuni dosa-dosa mereka. Adapun jika ada pada mereka kesalahan-kesalahan sungguh kebaikan dari Allah telah mereka peroleh maka sesungguh Allah akan mengampuni dosa mereka dengan taubat mereka atau dengan peruntukan baik yg mereka kerjakan yg dpt menghapuskan dosa-dosa mereka atau dengan yang lainnya. Sesungguh mereka ialah sebaik-baik umat dan sebaik-baik masa, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
Meskipun perselisihan yg terjadi diantara para shahabat sempat membawa korban jiwa, yakni ada diantara mereka yg gugur, tetapi mereka segera bertaubat karena mereka ialah orang-orang yg selalu bertaubat kepada Allah dan Allah-pun menjanjikan taubat atas mereka.
Allah berfirman:
Artinya : Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyang”. [At-Taubah : 102].
Para Shahabat Tidak Ma’shum{terjaga dari dosa}.
Sesungguh persaksian Allah dan Rasul-Nya terhadap para shahabat tentang hakikat iman mereka dan keridhaan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka tidaklah menunjukkan bahwa mereka ma’shum (terpelihara dari dosa dan kesalahan) atau mereka bersih dari ketergelinciran, karena mereka bukan Malaikat dan bukan pula para Nabi.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Artinya : Setiap anak Adam bersalah dan sebaik-baik orang yg bersalah ialah yg bertaubat”. [Hadits Hasan Riwayat Ahmad 3: 198, Tirmidzi, Ibnu Majah, Hakim 4:244. Shahih Jami’us Shagir 4391, Takhrijul Misykat No. 2431].
Abu Bakar Ibnul ‘Arabi berkata :”Dosa-dosa yg dilakukan para shahabat tidaklah menggugurkan (keadilan) apabila sudah ada taubat”.
Kita yakin seyakin-yakinnya bahwa para shahabat yg pernah bersalah semuanya bertaubat kepada Allah dan mereka tidak bisa dikatakan nifaq atau kufur. Semua ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah telah sepakat bahwa para shahabat yang ikut serta dalam perang Jamal dan perang Shiffin, mereka ialah orang-orang yg beriman dan adil. Dan kesalahan mereka yang bersifat individu dan berjama’ah tidak menggugurkan pujian Allah atas mereka.
Abu Ja’far Muhammad bin Ali Al-Husain ketika ditanya tentang orang-orang (para shahabat) yang ikut serta dalam perang Jamal maka ia menjawab :”Mereka (para shahabat) ialah orang-orang yg tetap dalam keimanan dan mereka bukan orang-orang kafir”.
Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan Ibnu Mas’ud berkata :”Ali bin Abi Thalib menyhalatkan jenazah para shahabat yg meninggal dari pihak Mu’wiyah”.
Sebenarnya masih banyak lagi pujian dan sanjungan para Ulama tentang keadilan para shahabat, tetapi apa yg sudah disebutkan sebenarnya sudah lebih dari cukup.
Pendapat para ulama tentang orang-orang yang mencaci maki/menghina para shahabat rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Imam Malik berkata ;”Orang-orang yang membenci para Shahabat Rasulullah ialah orang-orang kafir”. [Tafsir Ibnu Katsir V hal. 367-368) atau IV hal. 216 cet. Daarus Salam Riyadh.]
Al-Qadhi ‘Iyaadh berkata :”Jumhur Ulama berpendapat bahwa orang yg menghina/mencaci maki para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hrs dihukum ta’ziir (yakni harus didera menurut kebijaksanaan hakim Islam )”. [Fathul Bari VII hal. 36].
Kata Imam Abu Zur’ah Ar-Raazi (wafat th 264 H):”Apabila engkau melihat seseorang mencaci maki/menghina seseorang dari shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ketahuilah bahwa orang itu ialah Zindiq (kafir). Yang demikian itu karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah haq, Al-Qur’an ialah haq dan apa-apa yg dibawanya ialah haq dan yg menyampaikan semua itu kepada kita ialah para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka (orang-orang zindiq) itu mencela kesaksian kita agar bisa membatalkan Al-Qur’an dan Sunnah (yakni agar kita tidak percaya kepada Al-Qur’an dan Sunnah ). Merekalah yg pantas mendapat celaan”.
Imam Al–Hafizh Syamsuddin Muhammad ‘Utsman Adz-Dzahabi yg lebih dikenal dengan Imam Adz-Dzahabi (673-747H) berkata :”Barangsiapa yang mencaci mereka (para shahabat) menghina mereka, maka sesungguh ia telah keluar dari agama Islam dan telah merusak kaum muslimin. Mereka yang mencaci ialah orang yang dengki dan ingkar kepada pujian Allah yg disebutkan dalam Al-Qur’an dan juga mengingkari Rasulullah yg memuji mereka dengan keutamaan, tingkatan dan cinta … Memaki mereka berarti memaki pokok pembawa syari’at (yakni Rasulullah). Mencela pembawa Syari’at berarti mencela kepada apa yg dibawa Al-Qur’an dan Sunnah”.
khatimah.
Apa yang telah saya terangkan dari Al-Qur’an dan Sunnah kiranya sudah cukup jelas, lebih-lebih lagi dikuatkan dgn pendpt Jumhur Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Oleh krn itu sikap kaum Mu’minim terhadap mereka (para shahabat) ialah sebagaimana yg disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, yaitu :
[a]. Mereka sebaik-baik ummat.
[b]. Kita diwajibkan mengikuti jejak langkah mereka dgn baik [At-Taubah : 100] dan tdk boleh menyimpang dari jalan mereka [An-Nisaa’ : 15] dan berpegang kpd Sunnah Rasul dan Khulafaur Rasyidin.
[c]. Semua Shahabat ialah adil
[d].Kita tdk berkeyakinan bahwa para Shahabat ma’shum, krn tdk seorangpun yg ma’shum selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kita ridha kpd mereka dan kita mohonkan untuk mereka ampunan dan kita menahan dari apa yg terjadi di antara mereka [Al-Hasyr : 10].
kesimpulan.
Golongan Orientalis, Yahudi dan Syi’ah ialah golongan yg paling banyak mencaci dan menghina para Shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Aqidah Syi’ah yg menyatakan para Shahabat tdk adil, bahkan mereka mengkafirkan, mereka ialah orang yg sesat dan menyesatkan dan orang-orang dinyatakan kafir.
Hukum mencaci/menghina para Shahabat ialah haram dan pelakunya akan dilaknat ole Allah, Malaikat dan seluruh manusia. Sabda Nabi :”Barangsiapa yang mencela shahabatku, maka ia akan mendapatkan laknat dari Allah, malaikat dan seluruh manusia”. [Hadist Riwayat Thabrani]
Orang Munafiq dan Murtad dan mati dalam keadaan demikian mereka ialah termasuk golongan kafir dan tdk termasuk Shahabat meskipun berjumpa dgn Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semua shahabat ialah adil dan tetap dikatakan orang-orang yg beriman, meskipun mereka berselisih [Al-Hujuraat 9-10].
Sebesar apapun infaq yg kita keluarkan di jalan Allah tdk akan dpt menyamai derajat seorang shahabat Rasulullah. Kita wajib mencintai para shahabat. Kita hrs mendo’akan orang-orang yg terlebih dahulu beriman dari pada kita.
Copyright 2010 ahmad jibril el_irhaby 008
Theme designed by Lorelei Web Design
Blogger Templates by Blogger Template Place | supported by One-4-All